Jumat 20 Oct 2017 12:21 WIB

Untuk Kelabui KPK, Sandi Korupsi Masih Dipakai

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Elba Damhuri
Gedung KPK
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Para pelaku tindak pidana korupsi masih sering menggunakan kata sandi dalam melancarkan aksinya. Salah satu istilah yang dipakai adalah uang pokok pikiran atau pokir. Terakhir kasus di Kebumen dan suap anggota DPRD Kota Malang juga menggunakan istilah tersebut dalam memperlancar pembahasan APBD Perubahan Kota Malang tahun anggaran 2015.

Menurut Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TTI) Dadang Trisasongko menilai, istilah sandi yang digunakan para koruptor dimaksudkan untuk mengelabuhi pihak-pihak lain, terutama KPK.

"Ketika mereka harus berkomunikasi dengan alat komunikasi telepon (suara maupun teks). Kata-kata tersebut yang dipilih untuk menyamarkan atau menggantikan kata uang suap, ini respon begitu efektifnya penggunaan cara penyadapan KPK selama ini," kata Dadang kepada Republika, Kamis (19/10).

Namun, sambung Dadang, para pelaku tindak pidana korupsi itu lupa kalau KPK juga melihat konteks peristiwa suapnya, bukan sekedar pembicaraan yang disadap. \"Menurut saya, cara-cara mengelabuhi seperti itu tidak efektif,\" ujarnya.

Hal senada diungkapkan Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Hifdzil Alim. Ia menilai para koruptor yang masih menggunakan istilah sandi dalam melancarkan aksinya tidaklah banyak belajar.

"Istilah Pokir dan lainnya itu bahasa sandi. Mungkin mereka pikir tidak akan ketahuan jika menggunakan sandi itu. Tapi mereka salah. Mereka berarti tak belajar banyak dari kasus-kasus sebelumnya," ujar Hifdzil.

Sementara, KPK terus mendalami kasus penyidikan kasus dugaan dua perkara suap yang menjerat Ketua DPRD Malang Muhamad Arief Wicakcono. Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengungkapkan pada Kamis (19/10) hari ini, penyidik KPK memeriksa 11 anggota DPRD Kota Malang di Polres Kota Malang.

"Hari ini dilakukan pemeriksaan untuk 11 anggota DPRD Kota Malang lainnya," kata Febri, Kamis (19/10).

Penyidik, sambung Febri, mendalami proses pembahasan dan pengesahan APBD Pemerintah Kota Malang tahun anggaran 2015. Salah satunya, menelisik isitilah uang 'Pokir' (pokok pikiran) untuk memuluskan anggaran tersebut.

"KPK terus mendalami bagaimana proses pembahasan dan pengesahan APBD-P 2015, apakah ada pertemuan-pertemuan dan komunikasi untuk menyukseskan pengesahan tersebut dan dugaan permintaan uang 'Pokir' terkait hal itu," ujarnya.

KPK telah menetapkan Ketua DPRD Kota Malang Moch Arief Wicaksono sebagai tersangka dalam dua kasus, yaitu terkait pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015 dan penganggaran kembali pembangunan Jembatan Kedungkandang.

Kasus pertama, Arief diduga menerima suap dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Jarot Edy Sulistyono (JES) terkait pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015. Diduga Arief menerima uang sejumlah Rp700 juta.

Pada kasus kedua, Arief diduga menerima suap dari Hendarwan Maruszaman (HM) terkait penganggaran kembali proyek pembangunan Jembatan Kedungkandang dalam APBD Pemkot Malang Tahun Anggaran 2016 pada tahun 2015. Diduga Arief menerima Rp250 juta dari proyek sebesar Rp98 miliar yang dikerjakan secara multiyears tahun 2016-2018.

(Editor: Muhammad Hafil).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement