Sabtu 21 Oct 2017 08:55 WIB

Setnov Hadiri Haul Pesantren di Cirebon, Padahal...?

Ketua DPR Setya Novanto.
Foto: REPUBLIKA/Rakhmawaty La'lang
Ketua DPR Setya Novanto.

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) menghadiri Haul dan Khotmil Al Quran di Pondok Pesantren Khas Kempek Cirebon, Jabar, Jumat (20/10), meski pada waktu yang bersamaan dia dipanggil sebagai saksi di persidangan perkara kasus dugaan KTP elektronik (KTP-e). Haul Ponpes Kempek ini dihadiri Presiden Joko Widodo.

"Yang saya hormati ketua DPR, ketua Dewan Perwakilan Rakyat bapak Setya Novanto," kata Presiden Joko Widodo dalam sambutannya di Haul dan Khotmil Al Quran dengan tema "Merawat Tradisi untuk Memperkokoh NKRI" di Pondok Pesantren Khas Kempek Cirebon, Jumat.

Setya Novanto tampak mengenakan kopiah hitam dengan jas hitam duduk bersama dengan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siradj.

Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, KPK menerima surat dari DPR mengenai permintaan tidak memenuhi panggilan Setnov. "Yang intinya menyampaikan Setya Novanto, Ketua DPR RI tidak dapat memenuhi panggilan sebagai saksi di pengadilan karena ada kegiatan lain dan minta cukup pembacaan BAP," kata Febri.

Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK masih akan mempertimbangkan hal tersebut, apakah akan dipanggil kembali atau tidak. Sebelumnya JPU KPK sudah pernah memanggil Setnov sebagai saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong pada sidang 9 Oktober 2017 lalu, namun ia tidak hadir dengan alasan melakukan pemeriksaan kesehatan di rumah sakit.

KPK juga mengajukan perpanjangan permintaan cegah terhadap Setnov untuk tersangka Anang S Sudihardjo dalam penyidikan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi KTP-e pada 2 Oktober 2017 lalu. Setnov tetap dicegah keluar negeri pasca keputusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar pada 29 September 2017 yang mengabulkan gugatan praperadilan Setya Novanto sehingga menyatakan bahwa penetapan Ketua DPR itu sebagai tersangka tidak sesuai prosedur.

Hakim berkesimpulan bahwa penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK tidak didasarkan pada prosedur dan tata cara UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KUHAP, dan SOP KPK. Namun KPK mempertimbangkan untuk mengeluarkan lagi surat perintah penyidikan (sprindik) untuk Setnov.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement