REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyebutkan, dengan diberlakukannya ambang batas pencalonan presiden atau presidential treshold (PT) 20 persen berpotensi menghilangkan pasal mengenai pemilihan presiden dilakukan dua putaran. Ia pun berharap, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan ketentuan tersebut.
"Kalau PT diterapkan, sangat mungkin hanya ada dua calon saja. Kalau kita memaksakan terus pasangan calon itu hanya dua, maka sesungguhnya kita sudah ingin membatalkan pasal mengenai pemilihan presiden dua putaran," ungkap Refly di Bangi Kopi SCBD, Jakarta Selatan, Sabtu (21/20).
Dengan begitu, lanjut dia, apa gunanya dicantumkan pasal pemilihan presiden (Pilpres) dua putaran jika memaksakan hal itu. Ia menjelaskan, dengan PT 20 persen kursi dan 25 persen suara, maksimal hanya akan ada tiga pasangan calon presiden (paslon).
"Mungkin empat tapi akan sulit, jadi maksimal tiga. Tapi, bisa jadi calon ketiga tak akan mendapatkan kereta juga karena dua paslon lainnya barangkali kuat memborong parpol," kata dia.
Refly mengatakan, ia termasuk orang yang mengkritik adanya ambang batas, bahkan hingga ke pemilihan kepala daerah (pilkada). Dengan adanya ambang batas itu, menurutnya, sangat berpotensi untuk terjasinya politik uang atau politik mahar.
"Itu sudah jadi rahasia umum. Untuk menarik parpol mendukung capres tertentu atau calon kepala daerah tertentu, tidak ada yang gratis," jelas dia.
Menurutnya, itu disebabkan karena kursi itu mahal, sehingga maharnya pun juga signifikan. Jika tak ada ambang batas, bila satu parpol tak bisa mengajak suatu parpol, maka ia masih bisa mencari parpol lainnya untuk mendukung.
"Tapi sengan treshold, kita harus ambil semua parpol agar mencapai 25 persen suara. Dan itu ibaratnya tidak ada free lunch, tidak ada makan siang yang gratis. Saya bukan berharap treshold p persen, tapi mengharapkan MK membatalkan ketentuan ini," terang Refly.