REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia Junaedi menuturkan, Detasemen Khusus (Densus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tidak perlu dibentuk. Polri seharusnya memaksimalkan keberadaan Direktorat Tipikor di Polri ataupun di tiap kepolisian daerah (Polda).
"Seharusnya enggak usah ada Densus juga," kata Junaedi di Jakarta, Ahad (22/10).
Sebab, menurutnya satuan yang khusus menangani masalah korupsi, sudah terbentuk, yaitu Direktorat Tipikor. Hanya, keberadaannya di daerah perlu diperkuat sehingga bisa berperan mencegah persoalan korupsi.
Junaedi lebih setuju dengan pembentukan subdirektorat khusus di tubuh Direktorat Tipikor Polri. Subdirektorat ini dikhususkan untuk membentuk orang-orang terbaik yang lihai dalam memberantas korupsi, baik dari sisi pencegahan ataupun penindakan.
Orang-orang Polri yang pernah bekerja untuk Komisi Pemberantasan Korupsi, lanjut Junaedi, pun harus diberdayakan untuk mengisi posisi di direktorat tipikor di Polda-polda. Namun memang, dalam kondisi ini, penganggarannya menjadi tidak khusus untuk Densus, karena dikucurkan dari anggaran Polri.
Jika anggaran tersebut kurang mampu memenuhi kebutuhan Polri untuk ikut berperan memberantas korupsi, menurut Junaedi, institusi Polri bisa mengajukan tambahan anggaran kepada DPR. "Kalau kurang kan nanti bisa mengajukan tambahan ke DPR," kata dia.
Di sisi lain, keinginan Polri ikut memberantas korupsi di daerah tentu akan bertabrakan dengan fungsi dan kewenangan KPK yang selama ini juga berperan melakukan pencegahan di sana. Karena itu, kerja sama dua institusi tersebut perlu juga diatur agar koridor wewenangnya jelas.