REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Bekasi, Jawa Barat, menetapkan delapan situs bersejarah di wilayah setempat sebagai cagar budaya yang akan digarap menjadi daya tarik pariwisata.
"Penetapan cagar budaya ini berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi yang ditandatangani pekan lalu," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Bekasi Ahmad Zarkasih di Bekasi, Senin (23/10).
Delapan situs yang ditetapkan menjadi cagar budaya, yakni rumah adat Bekasi di Kranggan, Kecamatan Jatisampurna yang telah dihuni selama sembilan generasi dan kini difungsikan sebagai balai pertemuan warga.
Selain itu, Sumur Kembar Kranggan, Sumur Batu di Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Tugu Perjuangan Kali Bekasi, Tugu Perjuangan Rakyat Bekasi di area Alun-alun Kota Bekasi, Tugu Bambu Runcing di area Hutan Kota Bekasi, Tugu Perjuangan Jalan H Agus Salim dan Gedong Papak.
"Sejauh ini baru delapan cagar budaya yang dimiliki Kota Bekasi. Latar belakangnya adalah faktor sejarah, mengingat Bekasi merupakan salah satu daerah perlawanan terhadap musuh di masa revolusi, juga karena faktor histori budaya Bekasinya hingga kemudian ditetapkan sebagai cagar budaya," katanya.
Zarkasih mengatakan, pihaknya telah menerima alokasi anggaran sebesar Rp 80 juta untuk perawatan situs cagar budaya tersebut. Namun karena dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bekasi Tahun 2017 sangat minim dan tidak memadai bagi perawatan delapan situs sekaligus, maka akhirnya ditetapkan skala prioritas.
"Hanya dua situs yang dipilih untuk mendapatkan perawatan, yakni Sumur Batu dan Tugu Perjuangan Rakyat dekat Kali Bekasi," katanya.
Perihal Sumur Batu, diyakini sebagai sumur karomah tempat orang-orang Bekasi zaman dahulu mengambil wudhu saat akan shalat. Kondisinya saat ini, kata dia, membutuhkan perbaikan sehingga diprioritaskan mendapat alokasi dana perawatan.
Kemudian Tugu Perjuangan Rakyat dekat Kali Bekasi mendapat alokasi dana perawatan karena dipersiapkan menjadi objek wisata bersejarah pertama yang siap dikunjungi warga ataupun wisatawan.
"Selama ini kami memang belum menjadikan situs-situs cagar budaya sebagai potensi wisata karena memang kondisinya belum siap dikunjungi. Dalam arti, belum ada fasilitas penunjang juga pelengkap agar situs tersebut layak dijadikan tujuan wisata," katanya.
Setidaknya ada prasasti atau relief gambar terkait peristiwa penting di lokasi tersebut hingga akhirnya ditetapkan sebagai situs bersejarah, sehingga wisatawan yang datang pun tak sekadar datang untuk berfoto tapi juga mendapatkan informasi yang valid.
"Bisa juga dilengkapi dengan fasilitas umumnya semisal toilet atau saung, tapi papan informasi sejarahnya yang terpenting," katanya.
Secara terpisah, Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu menambahkan pemerintah akan mengupayakan agar dana pemeliharaan situs sejarah bisa ditingkatkan. "Dengan demikian, perawatan terhadap cagar budaya bisa dilakukan dengan maksimal," katanya.
Perihal cagar budaya Gedong Papak yang sempat difungsikan sebagai kantor sejumlah instansi, Syaikhu mengusulkan agar dimanfaatkan sebagai perpustakaan digital.