Kamis 26 Oct 2017 12:58 WIB

UU Pelarangan Cadar di Quebec Dapat Dibatalkan

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Agus Yulianto
Wanita bercadar.  (ilustrasi)
Foto: AP/Dar Yasin
Wanita bercadar. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KANADA -- Hukum baru Ppemerintah daerah Quebec yang melarang memakai cadar, saat memberi atau menerima layanan publik, tidak akan tahan menghadapi tantangan hukum yang potensial. Namun, proses pengadilan dapat memakan waktu beberapa tahun.

"Saya merasa lebih yakin bahwa undang-undang akan dibatalkan," pengacara hak asasi manusia dari Kanada, Montreal Julius Gray, dikutip dari Aljazirah, Kamis (26/10).

Lolos pada hari Rabu yang lalu di legislatif Quebec, undang-undang, yang dikenal sebagai RUU 62, mewajibkan pegawai layanan publik Quebec dan anggota masyarakat untuk memberi dan menerima layanan publik tanpa mengenakan cadar atau penutup wajah lainnya. Ini mencakup layanan kotamadya dan transit publik.

Sementara pemerintah telah membela dan membenarkan larangan tersebut atas dasar netralitas agama dan "hidup bersama". Para kritikus pun mengatakan, bahwa hal tersebut secara tidak adil menargetkan wanita Muslim yang menutupi wajah mereka.

Gray mengatakan, bahwa undang-undang tersebut dengan jelas melanggar kebebasan beragama, hak kesetaraan, dan orang dapat membantahnya, tanpa akses ke perawatan kesehatan. Dia mengatakan, bahwa Quebec akan mencoba untuk membenarkan RUU 62 di bawah Bagian 1 dari Piagam Hak dan Kebebasan Kanada, yang menyatakan bahwa pembatasan yang ditempatkan oleh negara pada hak individu harus dibenarkan dalam "masyarakat bebas dan demokratis".

Dikatakan Gray, bagaimanapun tindakan itu jelas tidak perlu, dan tidak berguna sama sekali. Sementara jumlah pasti wanita Muslim yang mengenakan niqab, cadar dan pakaian kurung, di Quebec tidak diketahui, kata dia, hanya ada sekitar 30 atau 40 wanita yang terlibat.

"Mereka termasuk anggota terlemah dari masyarakat kita. Wanita-wanita tersebut akan merasa kurang aman di wilayah mereka saat menggunakan kendaraan umum atau pergi ke rumah sakit sendiri atau dengan anak-anak mereka. Saya pikir ini adalah hukum yang jahat dan seharusnya tidak diterapkan." ujarnya.

Kelompok hak asasi manusia dan perempuan yang akan terpengaruh telah memberi tahu media Kanada bahwa mereka mempelajari UU tersebut dan mencoba menentukan langkah selanjutnya. Larangan tersebut dapat dikasasi oleh individu yang menolak untuk membuka cadarnya dan menolak menggunakan layanan yang mengharuskan tanpa cadar, memicu pertarungan hukum yang mungkin berakhir di Mahkamah Agung.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement