REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua KPK Bsaria Panjaitan menduga, selama menjabat menjadi Bupati Nganjuk, Jawa Timur, Taufiqurahman memasang tarif kepada PNS di lingkungan Pemkab Nganjuk bila ingin mengisi posisi tertentu. Namun, tarif yang dipasang untuk setiap posisi berbeda satu sama lain.
"Mungkin harga per wilayahnya beda-beda. Untuk SD ada yang Rp 10- Rp 25 juta. SMP sudah barang tentu akan lebih besar lagi begitu juga Kadis. Tapi tidak ada harga tetap," ujar Basaria di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/10).
Menurut Basaria, Taufiq menerima uang jual-beli jabatan itu melalui orang kepercayaannya yakni Kepala SMP 3 Ngronggot Nganjuk Suwandi yang juga sudah ditetapkan menjadi tersangka kasus suap jual beli jabatan ini. Taufiq akan menghubungi Suwandi ketika membutuhkan uang untuk keperluannya. "Pengumpulan uang ini dilakukan oleh SUW, orang kepercayaan pihak bupati. Biasanya kalau butuh, langsung hubungi beliau," kata dia.
KPK menetapkan lima orang tersangka dalam OTT yang dilakukan pada Rabu (25/10). Mereka adalah Bupati Nganjuk Taufiqurahman,Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk, Ibnu Hajar dan Kepala Sekola SMPN 3 Ngronggot Suwandi sebagai penerima suap. Sementara dua tersangka lainnya yang diduga memberikan suap adalah Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk Mokhamad Bisri dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk Haryanto.
Basaria mengungkapkan, diduga suap yang diberikan kepada Bupati Nganjuk melalui beberapa orang kepercayaan Bupati terkait perekrutan dan pengelolaan ASN/PNS di kabupaten Nganjuk Tahun 2017. Total uang yang diamankan adalahuang sejumlah Rp298,2 juta di dalam dua tas berwarna hitam, Rp 149 juta dari tangan IbnubHajar dan Rp 148 juta dari Suwandi.
Sebagai pihak penerima suap Taufiqurrahman, Ibnu Hajar dan Suwandi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tipikor.
Sebagai pihak pemberi Mokhamad Bisri dan Haryanto disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.