Jumat 27 Oct 2017 16:15 WIB

Dominasi Kultur Khas Cina di Masjid Niujie

Rep: c62/ Red: Agung Sasongko
Masjid Niujie
Foto: China.org.cn
Masjid Niujie

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sejak memasuki Masjid Niujie yang berdiri di atas lahan seluas 6 ribu meter persegi ini, pengunjung sudah dimanjakan dengan pemandangan bangunan nan artistik, melewati gerbang masuk yang berhadapan dengan tembok besar berlapiskan marmer berwarna putih sepanjang kurang lebih 40 meter. 

Detail seni arsitektur Cina begitu mengesankan, terpancar dari ruangan utama ibadah, menara azan (bangge lou), menara pengamat bulan yang berbentuk heksagonal, serta dua buah paviliun tempat ukiran prasasti.

Menara pengamat bulan yang terletak di dalam kompleks berarsitektur heksagonal dan bertingkat dua tingginya sekitar 10 meter.

Menara ini didirikan bukan tanpa alasan, tapi berguna melihat posisi bulan untuk menentukan awal waktu berpuasa. Unsur kebudayaan Islam di bagian dalam masjid ini diaktualisasikan melalui ukiran-ukiran kaligrafi dengan aneka ragam ukuran.

Arsitektur khas Dinasti Qing tampak pada ruang ibadah, berupa aula utama yang hanya diperuntukkan bagi muslim melaksanakan shalat dan zikir.

Langit-langit di depan aula utama didekorasi menggunakan panel persegi  berlukiskan desain lingkaran berwarna merah, kuning, hijau, dan biru di setiap sudutnya.

Pola dekorasi ini serupa dengan pola yang digambar di aula utama di Istana Terlarang. Untuk ruang ibadah, dihiasi kaligrafi model Sini (dalam aksara Arab dengan goresan khas Cina), lukisan bunga, serta hiasan kaca berwarna.

Masih di bagian dalam masjid, di ruangan yang diberi nama Aula Tungku ini terdapat 21 buah tiang yang menyangga bagian dalam bangunan. Ruangan ini mampu menampung sampai seribu jamaah.

Unsur kebudayaan Cina klasik terlihat bergitu menonjol di bagian eksterior, menyerupai bangunan istana-istana kerajaan Cina. Terdapat dua buah pavilion, yang pada salah satunya terdapat prasasti batu yang menuliskan tentang sejarah masjid.

Prasasti batu tersebut merekam pernyataan Kaisar Kangxi dari Dinasti Qing, setelah dilaksanakannya renovasi besar 1696. Prasasti tersebut menuliskan waktu renovasi masjid pada setiap periode sejak Dinasti Liao (907-1125 M).

Di bagian selatan komplek, terdapat hutan cemara dan dua buah makam bertuliskan aksara Arab milik dua imam asal Persia yang berdakwah di sini, yakni makam Ahmad Burdani (dengan angka tahun 1320 M) dan Ali (1283 M). Tulisan di makam tersebut sangat penting dalam memaparkan tentang sejarah Islam di Tiongkok.

Menara azan (minaret) memiliki dua tingkat dan terletak di tengah-tengah halaman. Pada awalnya, menara ini dibangun untuk menyimpan koleksi naskah-naskah kuno.

Pada masa berikutnya, mulai digunakan sebagai menara adzan. Kini, masjid juga dilengkapi dengan perpustakaan yang menyimpan naskah Alquran klasik, dan sempat dijadikan sebagai percetakan.

Di sebelah selatan halaman masjid terdapat tempat mengambil air wudhu untuk pria dan wanita.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement