REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli perencana perkotaan dari Universitas Indonesia Hendricus Andy Simarmata menilai Jakarta butuh diet atau mengendalikan diri agar tidak terus-menerus mengambil manfaat ekonomi kawasan ke kota itu.
"Padahal, Jakarta hanya satu dari 98 kota otonom di Indonesia. Kenapa harus ke Jakarta? Saya ajak diet agar Jakarta bisa mengendalikan diri untuk tidak mengambil 'gula-gula' ekonomi ke kota itu," katanya di Jakarta, Jumat (27/10).
Proyek reklamasi di Teluk Jakarta, menurut Andy, juga menjadi salah satu cara Ibu Kota mengambil "gula-gula" ekonomi itu. Ia pun meyakini kebutuhan properti di reklamasi akan terus bertambah sehingga penambahan pulau akan sangat mungkin terjadi.
"Orang asing sudah bisa beli properti di Indonesia. Properti di reklamasi itu pastinya akan lebih murah daripada Kemang yang sesak. Kalau sudah begitu, kebutuhan bertambah sehingga pasti akan nambah terus pulaunya. Makanya harus setop, lakukan diet," jelasnya.
Perencana tata kota itu mengatakan bahwa pemerataan pembangunan di wilayah lain harus segera dilakukan agar Jakarta tidak lagi menjadi tujuan utama urbanisasi. Mencontoh kota-kota di Eropa, pemerataan pembangunan di wilayah selain kota besar akan membuat perlambatan laju urbanisasi. Dengan demikian, biaya yang dihabiskan untuk pembangunan di kota besar juga bisa ditekan.
"Jakarta ini bisa saja penduduknya sampai 20 juta, tetapi harus ada biaya infrastruktur tambahan atas pengembangan itu. Itu mahal," katanya.
Di sisi lain, pembangunan Jakarta yang masif juga masih jauh dari koridor yang benar dalam hal pengembangan tata kota. "Saya ajak diet karena langkah pembangunan Jakarta itu sudah salah. Misalnya, pinggir sungai banyak rumah. Membongkarnya 'kan enggak gampang. Sekitar setu banyak kegiatan, pantai utara banyak bangunan tinggi dan industri yang mengambil air tanah," ungkapnya.
Atas dasar itu, Jakarta harus bisa mengendalikan diri untuk menahan laju pembangunan dan melakukan perbaikan. Jakarta, lanjut Andy, juga diminta untuk bekerja sama dengan daerah-daerah penyangga agar pembangunan bisa merata dan tak hanya membebani ibukota.
"Perkuat aksesibilitas. Infrastruktur harus diperbarui biar beban tidak semua diletakkan di Jakarta. Teknologi sekarang makin canggih, kok," katanya.
Meski akan makan waktu, Andy yakin hal itu bisa dilakukan. Keseriusan pemerintah daerah setempat menjadi kunci utama realisasi ide tersebut. "Cina bisa, kok. Kecepatan membangunnya juga cepat. Teknologi sudah canggih, jadi jangan khawatir. Tinggal mau atau tidaklah yang jadi persoalan," katanya.