Kamis 02 Nov 2017 15:43 WIB

Jejak Islam di Jantung Suku Maya

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Agung Sasongko
Mohamed Amin, 55, muslim suku Maya Tzotzil shalat di kediamannya di  Kota San Cristobal de las Casas, negara bagian Chiapas, Mexico.
Foto: Edgard Garrido/Reuters
Mohamed Amin, 55, muslim suku Maya Tzotzil shalat di kediamannya di Kota San Cristobal de las Casas, negara bagian Chiapas, Mexico.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah perjalanan ke jantung suku Maya di Meksiko menunjukkan bagaimana komunitas muslim yang dinamis bermunculan di negara berpenduduk mayoritas Katolik Roma ini.

Di negara bagian Selatan Chiapas, yang merupakan lokasi pemandangan pegunungan yang subur, saya memotret anggota komunitas Muslim kecil yang terdiri dari ratusan pria dan wanita Tzotzil kebanyakan pribumi, banyak di antaranya masuk Islam dari agama Katolik atau denominasi Kristen lainnya.

Orang-orang Muslim di sini dibedakan oleh peci atau kufis mereka, dan wanita oleh jilbab mereka yang berbentuk syal tradisional Maya.

Warga setempat mengatakan, pertobatan ke agama Islam di suku Maya dimulai pada akhir 1980an, sekitar waktu yang sama, gerakan Zapatista di Meksiko mendapatkan daya tarik di Chiapas, karena institusi termasuk Kristen dan kapitalisme mendapat kritik yang meningkat.

Menurut sensus terakhir, sekitar 83 persen orang Meksiko beragama Katolik. Dan meskipun jumlah umat Islam kurang dari 1 persen dari 120 juta penduduk Meksiko, jumlah yang tidak proporsional adalah penduduk asli yang berkerumun di dalam dan sekitar San Cristobal de las Casas, sebuah kota dataran tinggi di Chiapas yang mencampur identitas suku Maya dan Spanyol.

"Orang-orang memberi pandangan aneh saat kita bertobat, mereka mengira kita adalah teroris dan mereka takut pada kita, kata Mustafa.

Umar, pendeta evangelis asli, masuk Islam pada akhir 1990an dan sekarang berfungsi sebagai jembatan antara orang Kristen dan muslim setempat.

"Kami adalah agama monoteistik. Tapi kita tidak menyembah orang-orang kudus," kata dia.

Kemudian seorang Muslim Mohamed Amin berusia 55 tahun saat ditemui di rumahnya, menawarkan kue dan teh dengan ramah. Dia menunjukkan bagaimana dia shalat lima kali sehari dan mengenalkan keluarganya. Ketika ia menemukan orang yang tidak percaya dengan Tuhan, ia tidak ada masalah sama sekali dengan itu.

Dia kemudian menjelaskan alasan utama di balik pertobatannya terhadap Islam. "Saya suka bersih dan mengganti baju saya. Ini adalah agama yang bersih dan itulah yang awalnya menarik saya ke agama ini," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement