REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dalam sebuah wawancara dengan stasiun penyiaran milik Universitas San Diego, AS, seorang mualaf bernama Amirr Carr mengaku merasakan kedamaian di dalam Islam. Saat ini dia rutin mengikuti shalat berjamaah di salah satu masjid di Tijuana. Padahal, sebelumnya pria itu sempat menjalani hidup sebagai anggota geng narkoba.
“Dulu saya adalah seorang kurir narkoba yang banyak menghabiskan waktu di jalanan. Namun, Islam akhirnya benar-benar mengubah hidup saya,” kata Carr.
Anggota komunitas Muslim Tijuana lainnya, Samuel Cortes, mengungkapkan hal serupa. Lelaki asal Los Angeles, AS, itu sebelumnya juga menjalani profesi yang sama dengan Carr. Ia bahkan dideportasi dari AS lantaran kejahatan yang pernah dilakukannya saat masih aktif terlibat dalam geng narkoba. Keluarga Cortes kini masih menetap di Los Angeles.
“Setelah masuk Islam, saya merasakan perubahan yang besar dalam hidup saya. Jika terus berada di dalam geng, bisa jadi sekarang ini saya sudah menjadi pembunuh atau malah terbunuh,” ujarnya.
Meksiko selama ini dikenal sebagai negara yang didominasi oleh penganut Katolik Roma. Kendati demikian, persentase pemeluk Katolik di sana telah mengalami penyusutan dalam beberapa dekade terakhir, dari yang dulunya berjumlah 96,7 persen kini menjadi 82,7 persen.
Sementara, pada waktu yang bersamaan, jumlah pemeluk Islam di Meksiko selalu meningkat setiap tahunnya. Menurut data statistik Pew Research Center, jumlah Muslim di negeri itu bertambah 15 ribu jiwa hanya dalam kurun tiga tahun. Pada 2010, populasi Muslim di Meksiko sebanyak 111 ribu jiwa. Namun, pada 2013 jumlahnya naik menjadi 126 ribu jiwa.
Sebuah artikel yang diterbitkan oleh University of Wisconsin-Madison menyebutkan, sekitar setengah dari Muslim di Meksiko saat ini adalah kaum mualaf. Fakta tersebut memperkuat bukti bahwa Islam kini semakin diterima di kalangan penduduk Meksiko.