REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Studi dan Pendidikan HAM (Pusdikham) Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) Maneger Nasution menuturkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) perlu berkoordinasi dengan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait putusan MK soal kolom agama di KTP. Menurut Maneger, koordinasi tersebut diperlukan untuk mengetahui jumlah penghayat kepercayaan di Indonesia. "Mengurus, mengadministrasi, dan memfasilitasi enam agama saja sekarang juga tidak mudah, apalagi nanti banyak aliran-aliran yang ada," ujar dia, Rabu (8/11).
Karena itu, Maneger melanjutkan, pemerintah mesti mengantisipasi persiapan pemenuhan infrastruktur, struktur kelembagaan, dan keuangan negara. Selain itu, menurutnya, akan ada dampak administrasi yang ditimbulkan dari putusan MK tersebut. Sebab putusan itu akan berimbas pada pendataan identitas warga negara.
"Dia akan terkait dengan administrasi KTP, Kartu Keluarga, dan lain-lain. Itu satu sisi dampak yang harus diantisipasi oleh pemerintah," ungkap dia.
Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi terhadap pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta pasal 64 ayat (1) dan (5) UU Administrasi Kependudukan (Adminduk). Dalam amar putusannya, MK menyatakan kata 'agama' dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU tersebut bertentangan dengan UUDNRI tahun 1945. Kata itu juga disebut tak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk penganut aliran kepercayaan.
Permohonan uji materi dengan perkara 97/PUU-XIV/2016 itu diajukan Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim. Para pemohon merupakan penghayat kepercayaan dari berbagai komunitas kepercayaan di Indonesia.