REPUBLIKA.CO.ID, Indonesia adalah salah satu negara kaya yang ada di Asia Tenggara. Tak hanya kaya dengan sumber daya alamnya, tetapi juga kaya akan budaya dan adat istiadatnya. Terdapat banyak budaya tersebar di seluruh wilayah Nusantara ini, salah satunya adalah budaya Betawi yang sudah berusia hampir setengah milenium atau sekitar 490 tahun. Cukup tua untuk ukuran sebuah budaya di negara yang baru merdeka belum sampai satu abad ini.
Meski berusia cukup tua, nyatanya budaya Betawi tetap menjadi ikon Ibu Kota Jakarta. Ada semacam daya tarik yang ada di dalamnya. Seperti yang pernah dikatakan oleh salah satu tokoh besar Indonesia, Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dekat di telinga masyarakat Indonesia sebagai Buya Hamka. Tokoh asal Padang ini pernah mengatakan, orang Betawi itu unik, selama berpuluh-puluh tahun dijajah oleh banyak bangsa, namun ruh Islamnya tetap ada.
Bagi generasi muda Betawi, ada semacam harapan besar di pundaknya dalam melestarikan keunikan yang ditawarkannya. Harapan itu semakin terbuka lebar saat seorang senator asal Jakarta, Prof. Dailami Firdaus mengemukakan sebuah gagasan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya, yaitu menggelar Hajatan Betawi 2017 untuk pertama kalinya setelah sekian lama di Universitas Islam Asy-Syafiiyyah (UIA) Pondok Gede, Jakarta. Ribuan orang hadir pada acara tersebut.
“Ada 15 ribu undangan yang telah kami sebar,” katanya. Ia menambahkan, Hajatan Betawi 2017 ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa masyarakat Betawi merupakan masyarakat modern yang memiliki keunggulan. Dengan acara ini warga Betawi terutama generasi mudanya memiliki kebanggaan karena memiliki berbagai karya di berbagai bidang.
Perpaduan antara budaya dan agama, khususnya agama Islam, diharapkan jadi batu loncatan untuk menjadikan Jakarta menjadi kota berkemajuan sebagaimana diimpikan banyak orang. Impian itu dilihat oleh Dailami sebagai sebuah harapan yang perlu diwujudkan. Ia mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan yang dipamerkan tidak berseberangan dengan nilai-nilai Islam.
“Budaya Betawi sudah semakin maju. Dan kita lebih majukan lagi,” katanya.
Ketua Umum Badan Musyawarah (Bamus) Betawi, Zainuddin
Dailami yang merupakan putra almarhumah Tutty Alawiyah ini berharap dengan Hajatan Betawi ini warga Betawi, khususnya generasi muda, dapat memperkokoh ukhuwah dan meningkatkan motivasinya untuk terus maju. Potensi-potensi masyarakat Betawi yang ada di berbagai bidang dapat bersinergi untuk kemajuan Betawi dan bangsa Indonesia.
Gagasan yang disampaikan Dailami kemudian diterima dengan tangan terbuka oleh Rektor UIA Masduki Achmad. Dalam sambutannya, ia mengatakan, kegiatan-kegiatan semacam Hajatan Betawi perlu dilakukan. Bahkan dilakukan oleh civitas akademika pun tak masalah. Ia menegaskan, salah satu visi misi UIA adalah melestarikan budaya Betawi.
“Ketika Pak Dailami datang membawa gagasan ini, kami tanpa membuang waktu langsung menerima dengan tangan terbuka. Sebab, salah satu visi dan misi Universitas Islam Asy-Syafiiyah adalah melestarikan budaya Betawi. Saya pikir budaya Betawi sejalan dengan ajaran Islam,” katanya.
Sementara bagi seorang Ketua Badan Musyawarah (Bamus) Betawi, Zainuddin atau akrab disapa Bang Odin, Hajatan Betawi 2017 adalah hal yang sangat istimewa. Ketika ditemui di sela-sela acara, ia menegaskan, pihaknya akan berjuang keras supaya Hajatan Betawi menjadi agenda tahunan, bukan hanya sekali diselenggarakan kemudian dilupakan.
“Ini akan jadi agenda tahunan,” katanya. Ia kembali menegaskan, semangat membangun bangsa harus dimulai dengan melestarikan budaya bangsa.
Hajatan Betawi 2017 ini menampilkan aneka ragam kegiatan khas Betawi, seperti pertunjukan seni dan bela diri Betawi, kuliner, pameran lukisan dari pelukis ternama Betawi Bang Sarnadi Adam, pameran foto dari fotografer Sylviana Murni, pameran mushaf Alquran Betawi, dan pemutaran film dokumenter Tutty Alawiyah: Wanita Inspiratif Penembus Batas. Sederetan lomba juga digelar selama dua hari itu. Acara yang digelar selama dua hari itu dibuka oleh Rektor UIA Masduki Achmad.
Acara itu diawali dengan sambutan-sambutan dari beberapa tokoh dan ulama Betawi, kemudian dilanjutkan dengan pertunjukan Tarian Bae-Bae. Tarian ini membutuhkan beberapa orang dengan membawa rebana khas Betawi kemudian dikombinasikan shalawat untuk nabi. Ini menunjukkan bahwa budaya Betawi dan nilai Islam bisa bersatu. Selain Tarian Bae-Bae, ada pula pertujukan seni bela diri khas Betawi dengan menampilkan sejumlah tokoh yang tidak muda lagi, tetapi semangatnya patut diperhitungkan.
Setelah melihat kedua pertunjukan yang cukup memanjakan mata itu, beberapa tokoh diarahkan untuk menyaksikan film dokumenter Tutty Alawiyah. Khusus untuk film ini, adalah sebuah karya besar di mana menampilkan seorang tokoh Betawi asli sekaligus salah seorang pendiri Universitas Islam Asy-Syafiiyah (UIA).
Film itu mengisahkan perjalanan anak ketiga dari pasangan Ulama besar K.H. Abdullah Syafii dan Hj. Rogayah yang dianugerahi oleh Allah SWT bakat dan kemampuan yang luar biasa. Dari bakat alaminya itu, ia mampu menekuni dan berkiprah hampir dalam semua sektor kehidupan, mulai dari agama dan keulamaan, dakwah, pendidikan, politik pemberdayaan perempuan, sosial ekonomi, hingga seni dan budaya Islam.