REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Masyarakat masih mengalami kendala dalam mengembangkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Sekretaris Jendral Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Anwar Sanusi, mengatakan kebanyakan BUMDes yang telah berdiri masih sebatas melakukan usaha simpan pinjam untuk menjalankan program tersebut.
"Orang masih kebingungan mengembangkan usahanya itu seperti apa, masih banyak BUMDes yang melakukan usahanya itu simpan pinjam," tutur Sanusi disela-sela menghadiri pertemua BUMDes se-Jawa Tengah di Swiss Belinn Solo, Senin (13/11).
Menurutnya, masyarakat harus berinovasi dalam mengelola dana BUMDes. Diantaranya yakni dengan mengoptimalkan potensi desa, semisal mengembangkan wisata desa. Dia yakin dengan cara tersebut, perekonomian masyarakat desa akan ikut terdongkrak.
Anwar mencontohkan diantara sejumlah BUMDes yang sudah berhasil yakni desa Prajeg di Gunung Kidul yang mampu memperoleh omset Rp 700 juta dari pengembangan BUMDes melalui pengembangan Usaha Kecil Menengah. Selain itu desa Ponggok di Klaten yang mampu meraup omset miliaran rupiah dari pengembangan desa wisata melalui BUMDes.
"Bisa usahanya itu melihat kondisi desa, BUMDes bisa menjadi penopang untuk pengembangan desa wisata," katanya.
Anwar menyampaikan jumlah BUMDes sendiri mengalami penambahan cukup pesat. Data teranyar Kementerian Desa mencatat, jumlah BUMDes aktif saat ini mencapai 22.000 BUMDes. Dia menargetkan setiap desa pada 2022 sudah memiliki BUMDes.