REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keinginan Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk agar mass rapid transit (MRT) fase 2 diperpanjang hingga Ancol memungkinkan untuk diwujudkan. Namun, pembiayaannya tidak berasal dari pemerintah melainkan berasal dari swasta lewat skema business to business (B2B).
"Mungkin kalau kaya Ancol ya sudah kita B2B. Tapi jangan pakai dana pemerintah, gitu kan. Karena memang nggak ada pendanaannya sampai ke Ancol, sampai Kampung Bandan saja," kata Dirut PT MRT Jakarta William P Sabandar di Jakarta, Selasa (14/11).
Dengan sistem ini, PT Pembangunan Jaya Ancol dapat mengundang pihak ketiga untuk melakukan investasi. "Kan memang kita berharap pihak ketiganya," kata dia.
Namun, sebelum itu diwujudkan, harus ada feasibility study terlebih dahulu. Dari kajian itu akan diperoleh perkiraan biaya dan pembagian tugas masing-masing pihak. "Kita kira-kira gitu. Lebih baik kita tentukan dulu kebutuhan itu. Kalau sudah pemerintah bisa memanggil MRT dan mendiskusikan lanjutnya gimana," ujar dia.
William mengungkapkan, MRT bekerja berdasarkan feasibility study. Dari kajian yanga dilakukan, telah ditentukan bahwa Proyek MRT Fase II jalur utara-selatan hanya sampai ke Kampung Bandan. Ini juga terkait dengan pendanaan dari pihak Jepang.
Menurutnya, hingga kini PT MRT Jakarta hanya fokus ke proyek yang telah ditentukan. Pembangunan MRT fase I telah diselesaikan sebanyak 83 persen dari target 91 persen di akhir tahun. Untuk proyek yang sudah ada, biaya per shelter bisa mencapai Rp 2 triliun. "Kalau di bawah, di-underground (bawah tanah) bisa sampai Rp 2 triliun. Fase 2 di bawah semua. Kalau di atas Rp 1,2 triliun. Kalau elevated ya. Itu bisa elevated," kata dia.