REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Politikus senior Golkar Ade Komaruddin mengatakan, keadaan Partai Golkar saat ini sudah memprihatinkan menyusul pembantaran penahanan Setya Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, Partai Golkar harus segera mencari jalan keluar yang dilakukan secara konstitusional.
"Saya tidak pada posisi untuk bagaimana (Golkar) mengadakan munaslub atau tidak, tetapi semua pimpinan daerah tingkat satu se-Indonesia pasti dapat menyadarinya bahwa keadaan ini sudah sangat memprihatinkan, dan harus ada jalan keluar yang dilakukan secara konstitusional seperti itu ya," ujar Ade usai menghadiri penutupan Musyawarah Nasional ke-10 Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di Istana Maimun, Medan, Ahad (19/11).
Menurutnya, Partai Golkar mempunyai mekanisme yang secara konstitusional dapat memberikan jalan keluar bila keadaannya sangat memprihatinkan. Dia optimistis semua anggota Golkar dan semua kader Golkar bisa menyelesaikan permasalahan ini dengan baik di masa yang akam datang.
"Saya prihatin ya Partai Golkar, partai saya sudah cukup agak lama mengalami musibah terus menerus dan belum berhenti sampai hari ini. Tentu saja semua anggota Golkar, semua kader Golkar akan bisa menyelesaikannya dengan baik di masa yang akan datang," kata Ade.
Seperti diketahui, KPK telah mengeluarkan surat perintah penahanan untuk Setya Novanto pada Jumat (17/11) lalu. Namun, pihak pengacara Setya Novanto menolak untuk menandatangani surat tersebut. Saat ini, Setya Novanto masih menjalani perawatan di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) pascakecelakaan pada Kamis (16/11) lalu.
Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi KTP-el. Setya Novanto disangkakan pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Setya Novanto pun telah mengajukan praperadilan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (15/11). Ketua Umum Partai Golkar itu juga pernah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus proyek KPK-e pada 17 Juli 2017.
Namun, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Cepi Iskandar pada 29 September 2017 mengabulkan gugatan praperadilan Setya Novanto sehingga menyatakan bahwa penetapannya sebagai tersangka tidak sesuai prosedur.