REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar resmi menyetujui Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Partai Golkar menggantikan sementara Setya Novanto. Namun Rapat Pleno tidak menonaktifkan Novanto dari DPP Partai Golkar.
Hal ini merupakan salah satu hasil dari keputusan Rapat Pleno DPP Partai Golkar pada Selasa (21/11). Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan Idrus Marham ditunjuk sebagai Plt Ketum hingga proses praperadilan Setya Novanto selesai.
"Dengan menggabungkan pendekatan hati nurani dan perasaan serta opini publik, menyetujui Idrus Marham sebagai Plt ketum sampai adanya keputusan praperadilan," ujar Nurdin Halid selaku pimpinan rapat pleno saat membacakan keputusan rapat di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta pada Selasa (21/11)
Nurdin melanjutkan, empat poin lainnya yang disepakati yakni jika dalam gugatan praperadilan Setya Novanto diterima oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, maka seiring itu berakhi pula posisi Plt Ketua Umum Idrus Marham.
Begitu pun sebaliknya, apabila gugatan Novanto ditolak dalam proses praperadilan maka Plt Ketum bersama Ketua Harian melaksanakan rapat pleno kembali. "Untuk menetapkan langkah-langkah selanjutnya, untuk meminta SN mengundurkan diri dari Ketua Umum Partai Golkar, maka bila SN tidak mau mengundurkan diri, maka rapat pleno memutuskan menyelenggarakan Munaslub," ujar Nurdin.
Sementara poin keempat yakni kewenangan Plt Ketum dalam melaksanakan tugasnya khususnya yang bersifat stategis, harus dibicarakan bersama-sama Ketua Harian, Korbid dan bendahara umum. Terakhir, Nurdin mengatakan, Rapat Pleno telah memutuskan posisi Setya Novanto baru akan diputuskan selanjutnya menunggu keputusan praperadilan Ketua DPR tersebut. "Posisi SN sebagai Ketua DPR menunggu keputusan praperadilan. Itulah kesimpulan kita," ujar Nurdin.
Adapun Rapat pleno DPP Partai Golkar yang dimulai sekitar pukul 13.30 WIB tersebut memang berlangsung cukup alot. Rapat sempat tiga kali dijeda oleh pimpinan rapat hingga kemudian diputus pada pukul 21.15 WIB.
Perdebatan yang terjadi dalam rapat antara lain pihak yang tetap mempertahankan Novanto dan pihak yang mendorong Novanto dinonaktifkan. Tak hanya itu, dalam proses rapat berlangsung kemudian juga beredar surat tertulis tangan dan mengatasnamakan Setya Novanto kepada Partai Golkar untuk tidak membahas pemberhentian dirinya dari Ketua Umum Partai Golkar.