REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah masuknya Islam ke Mali dimulai pada abad ke- 9. Saat itu, selama abad ke-9, Muslim Berber dan pedagang Tuareg membawa Islam ke selatan Afrika Barat.
Islam juga menyebar di wilayah tersebut melalui para pendiri persaudaraan sufi (tarekat). Penduduk Afrika Barat mulai memeluk Islam berkat kepercayaan yang tumbuh bahwa Tuhan adalah Esa.
Setelah itu, mulai tumbuh bentuk-bentuk baru di Mali, seperti politik, sosial, dan artistik. Kota termasuk Timbuktu, Gao, dan Kano, segera menjadi pusat pembelajaran Islam internasional.
Di antara raja Mali, ada satu nama yang memiliki pengaruh paling besar pada masa pemerintahannya. Yakni Raja Mansa Musa (1312-1337). Raja Mansa memperluas pengaruh Mali ke Niger, Timbuktu, Gao, dan Djenne.
Mansa Musa adalah Muslim yang taat. Ia telah membangun berbagai masjid besar di seluruh Mali. Di bawah pemerintah Mansa juga, Timbuktu menjadi salah satu bagian dari Afrika dan pusat kebudayaan besar dunia.
Kini, Islam menjadi agama mayoritas di Mali. Negara terbesar kedua di Afrika Barat ini memiliki jumlah penduduk Muslim hingga 95 persen dari total populasi. Mayoritas Muslim Mali bermazhab Sunni yang banyak dipengaruhi oleh corak tradisi-tradisi tasawuf.
Hingga saat ini, Muslim Mali dikenal toleran. Mereka dapat menyesuaikan diri dengan kondisi setempat. Para Muslimah berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, politik, dan kehidupan sosial. Sebagian dari mereka juga ada yang tidak mengenakan kerudung.
Islam di Mali masih bercampur dengan kepercayaan tradisional di Afrika. Kearifan dan tradisi lokal Mali menciptakan atmosfer keagamaan yang kondusif, plural, dan demokratis.