REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dihentikannya kasus ujaran kebencian yang menyeret politikus Nasdem Viktor Laiskodat, bisa menimbulkan banyak persepsi terhadap Polri. Salah satunya sikap ketidakadilan hukum.
Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar mengatakan ketidakadilan hukum atas dihentikannya kasus ujaran kebencian Viktor Laiskodat bukan tanpa alasan. Menurutnya publik tentu akan membandingkan kasus ujaran kebencian serupa yang dilaporkan dan disikapi sigap oleh polisi.
"Polisi seharusnya membandingkan kasus tersebut dengan kasus-kasus serupa yang telah diputus pengadilan," kata Bambang kepada Republika.co.id, Selasa (21/11).
Bambang melanjutkan, walaupun dalam kasus ini, polisi beralasan penghentian karena soal hak imunitas Anggota DPR. Seharusnya polisi mengkaji unsur-unsurnya maupun alat bukti yang ada, memenuhi syarat untuk diteruskan atau tidak. Jika memenuhi syarat maka harus melanjutkan ke penyidikan. "jika tidak ya dihentikan," ucapnya.
Tapi menurutnya, yang paling penting dari sikap polisi adalah bertindak adil, obyektif dan independen dalam menangani kasus tersebut. Sebab di masyarakat telah muncul kontradiksi soal sikap polisi ini.
"Ada indikasi polisi tidak adil, tidak obyektif dan memihak dalam menangani kasus Victor tersebut. Bila hal itu benar, tentu kepercayaan masyarakat terhadap polisi akan terus menurun dan hal ini negatif buat polisi," ujarnya.
Sebelumnya Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Herry Rudolf Nahak mengungkapkan, Bareskrim tidak melanjutkan kasus ujaran kebencian dengan terlapor Ketua Fraksi Partai Nasdem di DPR, Viktor Laiskodat. Menurutnya, Viktor memiliki hak imunitas Anggota DPR karena pidato Viktor yang dipermasalahkan dilakukan pada saat anggota DPR itu melaksanakan reses.