REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Usahawan muslim merupakan komunitas strategis dalam membangun peradaban berbasis wakaf. Hal ini tak terlepas dari potensi wakaf yang belum dioptimalkan sebagai pilar ekonomi umat.
Hal ini terungkap dalam Wakaf Business Forum (WBF) Semarang, yang digelar di Hotel Pandanaran, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (22/11). President Director Global Wakaf Corporation, Imam Teguh Saptono dalam forum ini memaparkan, wakaf --saat ini--merupakan pilar ekonomi umat yang terabaikan di tengah-tengah umat Muslim Indonesia.
Sadar situasi akan perlambatan ekonomi yang terjadi di negeri ini, sangat perlu diupayakan solusi yang sistematik. Yakni mengembalikan peran wakaf sebagai pilar ekonomi umat, melalui para usahawan Muslim.
Karena, posisi usahawan Muslim untuk menggerakkan wakaf produktif cukup strategis, dia berharap, melalui peran usahawan Muslim ini bisa meluas dan menjadi gerakan nasional, Indonesia berwakaf.
"Sehingga pada saatnya, wakaf bukan saja memulihkan perekonomian dalam negeri, namun juga berpotensi membangun peradaban yang lebih berperikemanusiaan di negeri ini," ungkap Imam dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Kamis (23/11).
Di hadapan lebih dari 100 orang usahawan Muslim Kota Semarang dan sekitarnya, Imam menekankan, wakaf dalam konotasi produktif, bukan saja ditunaikan. Melainkan dikelola dalam bentuk bisnis secara profesional agar produktivitasnya berkesinambungan.
Disebut pilar ekonomi, karena dari manajemen wakaf produktif ini telah terbukti mampu mengatasi persoalan umat. Sejumlah krisis kemanusiaan dapat teratasi melalui pemanfaatan hasil keuntungan aset-aset wakaf.
Mantan Direktur Utama BNI Syariah ini mencontohkan, fakta- fakta persoalan umat yang ada di negeri ini. Antara lain kondisi Indonesia yang masih mengimpor garam, singkong, ikan, cabai dan banyak komoditas masyarakat lainnya yang dipenuhi dengan mendatangkan dari luar negeri.
"Kita impor komoditi itu semua, karena petani garam, petani singkong, nelayan, petani cabai kita tidak mampu berhadapan dengan skim pembiayaan bank," tegasnya.
Sementara itu, WBF di Semarang ini juga dihangatkan dengan inspiring speech oleh President ACT and Global Islamic Philanthropy, Ahyudin serta nara sumber lain, seperti Komisioner Badan Wakaf Indonesia dan Business Director of Global Wakaf Corporation, JE Robbyantono.
Ahyudin menggugah dengan paparan makro The Power of Wakaf yang diyakini dengan pengelolaan yang prudent dan inovatif-produktif bakal sanggup mengembalikan kejayaan Indonesia. "Kita tidak ingin membiarkan Pemerintah sibuk berutang, saat umat sibuk menolong berbagai krisis di Tanah Air maupun dunia. Umat hebat berwakaf, menjadi solusi segenap krisis kemanusiaan," tandasnya.
Sedangkan Robbyantono mengungkapkan, perbandingan diametral wakaf dengan lembaga keuangan non-syariah. "Kita lebih tertarik yang mana, jadi nasabah karena diiming- imingi hadiah mobil mewah atau memilih wakaf yang hadiahnya surga dan doa para penerima manfaat perputaran wakaf," tegasnya.
WBF, katanya, mengenalkan peralihan paradigma memperlakukan harta, sekaligus menunjukkan bagaimana setahap demi setahap filantropi (kedermawanan) umat di Indonesia mengatasi ekses ekonomi ribawi yang akut di berbagai sendi kehidupan.
Global Wakaf (GW), yang merupakan yayasan yang berkhidmat menggerakkan wakaf, menggelar WBF di berbagai kota di Indonesia. "Kegiatan ini menyasar terutama--komunitas usahawan muslim Indonesia. Karena ini salah satu solusi mendasar untukmenyelamatkan kehidupan umat di negeri ini," tandas Robbiyantono.