REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Hamas dan Fatah sepakat untuk menggelar pemilihan umum nasional pada akhir 2018. Kesepakatan ini tercapai setelah kedua faksi Palestina tersebut melanjutkan perundingan rekonsiliasi di Kairo, Mesir, Rabu (22/11).
Kendati telah mencapai kesepakatan untuk menggelar pemilu nasional,Fatah dan Hamas masih belum seiring perihal status Gaza. Salah Al-Bardaweel, pejabat Hamas yang terlibat dalam perundingan rekonsiliasi di Kairo mengatakan, kesepakatan yang baru tercapai pada Rabu masih samar.
Kesepakatan tersebut, kata Al-Bardaweel, belum menyinggung perihal pencabutan sanksi yang telah dijatuhkan Presiden Palestina Mahmoud Abbas terhadap Gaza. Adapun sanksi tersebut antara lain, pemadaman listrik serta pemotongan gaji sebesar 30 persen bagi sekitar 60 ribu warga Gaza yang dipekerjakan Otoritas Palestina.
Hal ini cukup membaut Al-Bardaweel kecewa. Mengingat, sejak Oktober lalu, Hamas telah membubarkan komite administratif dan menyerahkan tanggung jawab pemerintahan di Gaza kepada Otoritas Palestina.
Selain itu, pembukaan persimpangan perbatasan antara Gaza dan Mesir pun belum dibahas. "Kami bekerja keras untuk mencapai hasil yang praktis,seperti membuka penyeberangan perbatasan dan mencabut sanksi, serta memajukanmasalah rekonsiliasi. Namun sayangnya hal itu terjadi," ujar Al-Bardaweel.
Kepada delegasi Fatah untuk perundingan rekonsiliasi di Kairo,Azzam Al-Ahmed mengatakan, pihaknya bersikeras agar Hamas menuntaskan proses penyerahan kendali penuh atas Gaza kepada Otoritas Palestina pada 1 Desember. Ia menambahkan, pertemuan dengan Hamas akan kembali digelar pada Desember untuk mengevaluasi langkah-langkah rekonsiliasi lebih lanjut.
Pejabat Palestina berharap Mesir dapat mengutus delegasi keamanan ke Gaza dalam beberapa hari mendatang. Hal ini dilakukan untuk mengawasi pelaksanaan kesepakatan yang telah tercapai.
Pada Oktober lalu, dua faksi utama Palestina, Hamas dan Fatah, telah menandatangani sebuah kesepakatan rekonsiliasi di Kairo. Penandatanganan kesepakatan ini menjadi simbol keinginan kedua faksi untuk berdamai setelah 10 tahun berselisih.
Perselisihan ini dipicu oleh kemenangan Hamas dalam sebuah pemilihan umum pada 2006 yang hasilnya ditolak kelompok Fatah dan masyarakat internasional.Sejak kemenangan tersebut, Hamas mengontrol pemerintahan di Gaza.
Beberapa upaya rekonsiliasi antara kedua faksi ini sempat dilakukan. Namunupaya tersebut gagal karena Hamas selalu mengajukan syarat-syarat tertentukepada Otoritas Palestina bila hendak berdamai.
Setelah 10 tahun berlalu, Hamas akhirnya menyatakan kesiapannya untuk memulihkan hubungan dengan Fatah tanpa prasyarat apapun. Mereka bahkanmembubarkan komite administartif yang sebelumnya bertugas untuk mengelola pemerintahan di Jalur Gaza. Hal itu dilakukan agar Otoritas Palestina dapat mengambil alih tugas pemerintahan di daerah yang diblokade tersebut.