REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemiskinan perkotaan di Indonesia secara kuat ditandai masifnya intensitas penduduk miskin dan tingginya biaya hidup. Dari sekitar 1 juta penduduk miskin, khususnya di Jakarta, terlihat bahwa salah satu karakteristik sosial utama rumah tangga miskin adalah tingginya tingkat putus sekolah.
Adanya kepimpinan baru Jakarta memberi harapan untuk perubahan kebijakan kota ke depan. Maka, dibutuhkan uluran tangan dari seluruh warga masyarakat agar sebuah kota benar-benar berubah.
Untuk itu, Direktur Mobilisasi ZIS Dompet Dhuafa Bambang Suherman mengajak generasi muda sebagai relawan, juga merupakan warisan produktif nenek moyang sebagai bangsa. "Nilai kerelawan yang mengikat simpul-simpul masyarakat sehingga menjadi satu kerukunan dan saling menanggung," ujarnya kepada Republika.co.id, Jakarta, Sabtu (2/12).
Menurutnya, saat ini nilai-nilai kerelawan perlahan-lahan mulai terkikis. Sementara saat yang bersamaan permasalahan yang menuntut kerelawan justru semakin banyak, terutama di kota-kota besar.
"Padahal, kerelawan akan menjaga nilai-nilai kemanusian masyarakat kota. Kerelawan hadir untuk memastikan masyarakat kota tetap saling membutuhkan, berinterkasi dan hidup sebagai makhluk sosial," ucapnya.
Jika hendak merenung sejenak dan mempelajari sekeliling maka banyak pihak yang sangat membutuhkan uluran tangan. Mulai dari pendidikan, akses ekonomi, penguatan ketrampilan, berbagi pengalaman serta ilmu, dan lain sebagainya.
"Kami (Dompet Dhuafa) mengajak para profesional muda, pengiat sosial dan sosialita untuk menggagas Urban Volunteerism, sebuah gerakan kesukarelawan untuk mengatasi berbagai masalah perkotaan atau lingkungan terdekat," ucapnya.
Dari basis data terpadu TNP2K terakhir, diketahui penduduk miskin Jakarta dengan status sosial-ekonomi 40 persen terendah mencapai 992 ribu jiwa, atau sekitar 9,7 persen dari total penduduk Jakarta.
Dari sekitar 1 juta penduduk miskin Jakarta ini, terlihat bahwa salah satu karakteristik sosial utama rumah tangga miskin adalah tingginya tingkat putus sekolah. Dari sekitar 280 ribu anak miskin usia 7-18 tahun, sekitar 54 ribu di antaranya adalah tidak bersekolah, atau sekitar 19,4 persen.
Adapun komposisi penduduk miskin tidak bekerja, didominasi oleh kelompok umur produktif, yaitu 15-59 tahun. Hal ini menandakan kalau pertumbuhan kota adalah tidak inklusif, kemajuan sektor industri dan jasa modern kota tidak banyak menciptakan tambahan lapangan kerja bagi kelompok miskin.