REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur para jajarannya baik yang berada di kementerian dan lembaga maupun pejabat-pejabat daerah agar lebih efisien dalam penyusunan kegiatan dan pengelolaan anggaran. Jokowi menilai, para jajarannya justru selalu salah dalam penyusunan pengelolaan kegiatan dan anggaran.
Sebab, mereka lebih memprioritaskan kegiatan pendukung daripada kegiatan inti. Karena itu, Presiden pun meminta agar lebih berhati-hati dalam memprioritaskan penggunaan anggaran.
Hal ini disampaikan Presiden dalam pidatonya dalam acara Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2018 serta Anugerah "Dana Raka" Tahun 2017 di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (6/12).
"Yang terjadi adalah penyusunan RKA (rencana kerja dan anggaran) di kementerian lembaga atau dinas malah fokus pada kegiatan pendukungnya bukan kegiatan intinya. Ini sudah saya lihat di kementerian. Saya dulu waktu di wali kota saya lihat di dinas-dinas. Hati-hati. Sekali lagi malah fokusnya di kegiatan pendukung bukan kegiatan inti," kata Jokowi.
Ia menjelaskan, penyusunan rencana kerja dan anggaran haruslah lebih teliti. Dalam penyusunan RKA ini, lanjut dia, biasanya terdapat tiga tahapan yakni persiapan, pelaksanaan, dan laporan. Jokowi mengatakan, tahapan pelaksanaan pun merupakan kegiatan inti yang harus menjadi prioritas kementerian/lembaga, serta pemerintah daerah. Sedangkan, tahapan persiapan dan laporan merupakan kegiatan pendukung.
Sebab itu, Presiden mengingatkan agar jajarannya lebih efisien dalam mengelola anggaran tersebut. Termasuk dalam penganggaran belanja operasional. "Kalau menteri-menteri ngerti manajemen keuangan, ngerti menajemen mestinya ini diubah. Gubernur ngerti, wali kota mestinya ini diubah. Belanja pendukung malah jadi yang dominan sementara belanja inti malah sedikit," ujar dia.
Kepala Negara kembali mencontohkan penyusunan alokasi anggaran yang justru tak efisien. Dalam kegiatan pemulangan TKI oleh Kementerian Ketenagakerjaan, dialokasikan anggaran sebesar Rp 3 miliar dengan biaya pemulangan Rp 500 juta.
Sedangkan, untuk alokasi anggaran rapat baik di dalam kantor maupun di luar kantor serta biaya operasional lainnya justru memakan anggaran hingga Rp 2,5 miliar. "Ini tidak bisa lagi seperti ini. Ini hampir semuanya model-model seperti ini di Kementerian Lembaga, dan di daerah, sama. Coba cek satu per satu," tegas Presiden.
Menurut Presiden, seharusnya sistem rencana kerja dan anggaran seperti itu haruslah dibenahi dan diubah. Sehingga dapat memberikan hasil yang lebih baik.
"Model seperti ini harus dihentikan. Tapi orang harus ngerti manajemen keuangannya yang namanya RKL, RKAKL apa harus ngerti.... Gimana mau ada hasil setiap begitu perancanaannya," kata Jokowi.