REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Barat terus menelusuri jejak penyebaran penyakit difteri atau infeksi bakteri yang umumnya menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta terkadang dapat memengaruhi kulit di wilayah. "Kami terus menelusuri jejak penyebaran penyakit difteri di Jawa Barat, kemudian mengobati para penderitanya secepat mungkin," kata Kepala Seksi Surveilans dan Pencegahan Penyakit pada Dinas Kesehatan Jawa Barat, Yus Ruseno, di Bandung, Rabu (6/12).
Seharusnya, penyakit yang menyerang sistem pernapasan ini tidak muncul kembali di Provinsi Jawa Barat, karena telah diantisipasi melalui vaksinasi. Yus mengatakan, sejak awal 2017 sampai Rabu (6/12), terdapat 123 kasus difteri di Jawa Barat dan jika muncul satu kasus difteri saja di Jawa Barat maka dinyatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB).
Menurut dia, daerah dengan jumlah kasus difteri tertinggi di Jawa Barat adalah Kabupaten Purwakarta dengan 27 kasus, Kabupaten Karawang 14 kasus, Kota Depok 12 kasus, Kota Bekasi 12 kasus, Kabupaten Garut 11 kasus, Kota Bandung tujuh kasus. Sisanya, tersebar di 14 kabupaten dan kota lainnya di Jawa Barat.
"Dua orang hari ini masih dirawat di Purwakarta, dua di Karawang, satu orang masing-masing di Kota Depok, Kota Bandung, dan ada yang dirawat juga di Jakarta. Kasus difteri ini terjadi sepanjang tahun," kata Yus.
Dia mengatakan, setiap ditemukan satu kasus difteri tim gerak cepat dari dinas kesehatan kabupaten dan kota bersama Provinsi Jabar menelusuri tempat-tempat yang dikunjungi penderita beberapa hari sebelum terinfeksi difteri, juga siapa saja yang ditemui penderita tersebut dalam beberapa hari sebelumnya. Lebih lanjut ia mengatakan Difteri sangat mudah menular melalui pernapasan, batuk, bersin, atau hanya dengan mengobrol.
Penyakit Difteri ditandai dengan peningkatan suhu tubuh sampai 38 derajat Celcius, pembengkakan pangkal tenggorokan, dan munculnya selaput tipis berwarna keabu-abuan pada pangkal tenggorokan yang tak mudah lepas tapi mudah berdarah. Penyakit ini, lanjut Yus, disebabkan bakteri difteri dan bisa menyebabkan kematian jika tidak mendapatkan penanganan sesegera mungkin.
Kebanyakan penyakit tersebut dialami oleh anak yang belum mendapatkan vaksin difteri. "Hingga saat ini jumlah penderita yang meninggal ada 13 orang," katanya.