Rabu 06 Dec 2017 20:51 WIB

Pembatasan Kuota Mahasiswa Berbeda untuk Setiap PTN

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Winda Destiana Putri
Perguruan Tinggi - ilustrasi
Foto: blogspot.com
Perguruan Tinggi - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Pemerintah pusat meminta masyarakat tak perlu larut dalam polemik pengurangan atau pembatasan jumlah mahasiswa baru (maba) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Dirjen Belmawa) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Intan Ahmad, menyebutkan bahwa sebetulnya persoalan kuota penerimaan maba sudah diatur dalam UU tentang Pendidikan Tinggi.

Menurut Ahmad, pembagian penerimaan maba oleh PTN sudah terbagi ke dalam Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), dan seleksi mandiri. Masing-masing memiliki porsi dinamis dengan angka maksimum 30 persen, ditambah 20 persen dari total harus berasal dari keluarga ekonomi lemah.

 

Tak hanya itu, Ahmad juga mengungkapkan bahwa dari 1,5 juta mahasiswa baru di Indonesia setiap tahunnya, 'hanya' 400 ribu yang terserap oleh PTN di seluruh Indonesia. Sisanya, satu juta lebih mahasiswa baru melanjutkan studinya ke Perguruan Tinggi Swasta (PTS).

 

"Nah yang harus diingat, ekonomi kita butuh lulusan yang bagus. Jadi baiknya program studi tertentu dibatasi," ujar Ahmad di Universitas Negeri Padang, Rabu (6/12).

 

Menurutnya, program-program studi yang relevan dengan target pembangunan saat ini seperti sains, ilmu rekayasa, dan teknologi justru harus diperbanyak mahasiswanya. Sementara program studi sosial tertentu bisa saja dikurangi kuota maba-nya.

 

"Tapi tetap harus kaji juga. Kita tak bisa serta merta kurangi. Namun yang dibutuhkan mana," katanya.

 

Ia mengingatkan, pengurangan kuota maba di PTN tak bisa dilakukan begitu saja lantaran harus mempertimbangkan kebutuhan tenaga kerja di lapangan. Di sisi lain, lanjutnya, Indonesia harus mampu berkompetisi dengan negara di ASEAN dalam menelurkan sarjana yang berkualitas.

 

"Kalau tak bisa kompetisi, banyak pekerja asing. Kalau kuota dikurangi, sementara pembangunan harus jalan, ada tenaga kerja asing jadinya," ujar Ahmad.

 

Ahmad justru mengapresiasi kampus-kampus unggulan di Indonesia yang mampu menghasilkan lulusan berkualitas yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan. Menurutnya, kebijakan yang adil justru memberikan kesempatan bagi perguruan tinggi berakreditasi bagus untuk menambah kuota mahasiswa. Sementara kampus yang tak bisa meningkatkan mutunya, bisa saja tak mendapat kesempatan untuk menambah kuota mahasiswa baru.

 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyetujui usulan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) terkait pembatasan jumlah penerimaan mahasiswa baru PTN. Menurut Jokowi, dalam penerimaan mahasiswa baru, PTN harus fokus pada kualitas lulusan dan pendidikan. Sebab, lanjut dia, terdapat PTN yang memiliki mahasiswa lebih dari 40 ribu.

 

"Saya setuju dengan pak Budi (Ketua Aptisi) menyampaikan (mahasiswa) perguruan tinggi memang harus dibatasi," kata Jokowi saat menutup Rembuk Nasional APTISI di Universitas Esa Unggul.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement