REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat Indonesian Society for Middle East Studies, Smith Alhadar, mengatakan langkah Presiden AS Donald Trump dikhawatirkan akan diikuti oleh negara-negara lain. Trump dikabarkan akan segera secara resmi mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
"Peluang Palestina untuk mendapatkan Yerusalem Timur untuk dijadikan Ibu Kota Palestina merdeka kelak, jadi hitam," ujar Smith, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (6/12).
Menurutnya, AS justru tidak membawa keuntungan dengan memberikan pengakuan semacam itu. Trump dinilai hanya ingin memuaskan kelompok sayap kanan AS.
"Ini sesuatu yang sangat remeh jika dibandingkan dengan bagaimana umat Islam di seluruh dunia tersakiti oleh tindakan AS," kata Smith.
Baca juga: Paus Francis Minta Trump Hormati Status Yerusalem
Ia mengatakan, dampak yang sudah jelas dari kebijakan Trump tersebut adalah, Israel akan mendapat keleluasaan untuk melakukan Yahudinisasi di Yerusalem Timur.
Sangat mungkin orang-orang Palestina yang masih berada di Yerusalem Timur akan diusir dan dikeluarkan dari wilayah itu agar Yerusalem benar-benar menjadi kota Yahudi.
Smith menjelaskan, di negara-negara yang tidak berdaya dalam mengupayakan apa yang akan menjadi hak mereka, sebagian akan memilih jalan kekerasan. Mereka akan melampiaskan kebencian terhadap negara seperti Amerika.
"Yang saya khawatirkan, radikalisme akan meningkat. Sebenarnya jika ingin aman, AS harus urungkan niat itu. Karena hal ini akan menyakiti 1,6 miliar umat Islam di dunia," ungkap Smith.