REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan ada dorongan untuk menyederhanakan sistem pelaporan keuangan bagi ketua RT/RW. Namun, sistem baru itu akan dipastikan tetap mengedepankan prinsip transparansi.
"Ini ada dorongan untuk disederhanakan tapi masih mengikuti kaidah-kaidah transparansi," kata Sandiaga di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (7/12).
Sandiaga juga menerima masukan dari para ketua RT/RW. Beberapa di antaranya menginginkan agar laporan dibuat sesederhana mungkin. Bila perlu, bukti-bukti pengeluaran seperti kwitansi tidak perlu dilampirkan.
Menanggapi masukan agar bukti-bukti pembayaran bisa diunggah melalui laman tertentu, Sandiaga mengatakan, akan ada tantangan teknologi apabila itu diberlakukan. Sebab, tingkat literasi masyarakat akan teknologi berbeda-beda.
"Jadi ini beragam masalahnya. Jadi kita nggak bisa generalisasi. Nggak bisa kita pukul rata semuanya," kata dia.
Menurut Sandiaga, sebagian ketua RT/RW tidak masalah untuk membuat laporan keuangan. Namun, format pelaporan yang mengharuskan mereka menyertakan bukti-bukti pembayaran seperti nota, kwitansi, bon, dan sebagainya dianggap merepotkan.
"Membuat sebuah kerepotan yang luar biasa bagi RT. Akhirnya mengambil waktu mereka melayani warga," kata dia.
Bagi Sandiaga, hal terpenting ialah memastikan bahwa prinsip transparansi dan akuntabilitas tetap dijunjung tinggi. Ia meminta masyarakat untuk tidak terlalu banyak berspekulasi. Sebab, aturan baru itu masih dibahas oleh Biro Tata Pemerintahan Pemerintah Provinsi (pemprov) DKI.
Kepala Biro Tata Pemerintahan Pemprov DKI Jakarta Premi Lasari mengklarifikasi bahwa ada miskomunikasi terkait sistem pelaporan dana operasional RT/RW yang berlaku. Menurut dia, surat keputusan yang dikeluarkan mantan Gubernur Djarot Saiful Hidayat tidak pernah mewajibkan adanya kwitansi. Namun, terkadang ada inisiatif di tingkat kelurahan untuk meminta kwitansi.
"Lurah itu kadang-kadang inisiatif karena takut pemeriksaan, dia minta kwitansi," kata Premi.
Menurut Premi, banyaknya aduan dari ketua RT/RW juga dikarenakan adanya key performance indicator (KPI) yang menuntut adanya format pelaporan lebih banyak. "Tanpa KPI, ketua RT/RW kan langsung diawasi oleh para warga. Apabila para warga tidak setuju, mereka berhak menurunkan atau mengganti ketua RT/RW melalui forum musyawarah," ujarnya.
Forum musyawarah RT/RW merupakan forum tertinggi yang ada di dalam lingkungan RT dan RW. Forum ini dilaksanakan sebulan sekali.
"Kalau memang dia tidak menjalankan tugas fungsi sebagai RT/RW kan dia bisa dicopot dengan dasar forum musyawarah RT/RW. Di Pergub 171 kan ada mekanismenya itu," kata dia.
Premi menambahkan, dana operasional hanya sebagian kecil dari pembiayaan di tingkat RT/RW. Ada juga dana swadaya masyarakat dan bantuan dari pihak swasta. Semua harus dilaporkan.
Dalam format yang baru, pelaporan akan dilakukan setiap enam bulan sekali. Selain KPI, penyertaan kwitansi juga akan dihapuskan. Adapun, dana operasional akan tetap turun sebulan sekali langsung ke rekening pengurus RT/RW atas nama ketua RT.