REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Ketua Komite III DPD yang membidangi soal pendidikan Fahira Idris mengatakan, bagi siswa apalagi sekolah dasar (SD), semua informasi yang ada di buku pelajaran adalah kebenaran mutlak. Isinya tidak boleh menyesatkan.
"Makannya, tidak boleh sama sekali ada informasi yang salah apalagi menyesatkan. Mencantumkan ibu kota Israel adalah Yerusalem adalah kesalahan yang sangat fatal," kata dia melalui siaran pers, Rabu (13/12).
Di tengah kecaman keras terhadap kebijakan Presiden Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel, dunia pendidikan Indonesia dikejutkan dengan beredarnya buku pelajaran sekolah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kelas 6 Sekolah Dasar (SD) yang menuliskan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Dia meminta, Kemdikbud mengecek buku-buku IPS terbitan lain dan menariknya segera, jika ditemui kesalahan yang sama. Pihaknya berharap, Kemdikbud menyelidiki kesalahan ini sekaligus memberi sanksi pihak-pihak yang terlibat.
Fahira mengungkapkan keheranannya karena kesalahan informasi sefatal ini bisa terjadi dan lolos dari amatan penulis dan penyunting. Bahkan, mendapat izin dari otoritas lain di bidang pendidikan. Kejadian ini, kata dia, menujukkan selama puluhan tahun dunia pendidikan negara belum mempunyai sistem yang ketat dalam menyeleksi semua buku pelajaran sebelum sampai ke tangan siswa.
"Bagi anak-anak kita, semua materi dalam buku ajar yang mereka terima dari sekolah adalah sebuah kebenaran. Harus ada solusi konkret ke depan. Kesalahan informasi seperti ini harus jadi yang terak" kata Senator Jakarta itu.
Dikatakan Fahira, buku mata pelajaran adalah buku yang dirancang untuk diajarkan kepada murid sehingga harus disusun dan disiapkan dengan cermat oleh ahli atau pakar dalam bidang ilmu tertentu. Dengan tujuan intruksional dilengkapi dengan sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah-sekolah sehingga menunjang suatu program pengajaran.
Untuk buku IPS, penulisnya, selain harus berlatar belakang ilmu sosial yang mumpuni, juga harus punya wawasan luas dan update terhadap informasi-informasi perkembangan sosial dan politik baik lokal maupun internasional. "Mencantum Yerusalem sebagai ibu kota Israel menandakan penulis buku ini tidak punya kualifikasi untuk itu," ungkapnya.
Ditemukannya informasi yang menyesatkan dalam buku pelajaran siswa, menurutnya, bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya masyarakat juga dikejutkan dengan buku ajar SD bermuatan pornografi dan buku ajar kelas X dan XI Sekolah Menengah Atas (SMA) mengandung materi radikal yang sangat berbahaya karena menanamkan rasa kebencian.
Hal ini dinilai menjadi peringatan bagi Kemdikbud bahwa hingga saat ini ada masalah serius dalam mekanisme seleksi buku ajar sebelum sampai ke tangan siswa. Buku-buku seperti ini tidak akan beredar kalau ada mekanisme seleksi yang ketat.