Jumat 15 Dec 2017 14:55 WIB

Muslim Kanada Alami Masa Sulit

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agung Sasongko
Muslim Kanada
Muslim Kanada

REPUBLIKA.CO.ID, TORONTO -- Kalangan Muslim umumnya, seperti halnya kebanyakan orang Kanada, percaya bahwa Kanada adalah negara yang ramah. Kanada dipandang sebagai negara yang berdasarkan hukum dan menghargai kebebasan, demokrasi, dan keragaman masyarakatnya. Namun, tahun ini dinilai sebagai masa-masa yang sulit bagi penduduk Kanada dan Muslim Kanada.

Seorang pensiunan jurnalis sekaligus pegawai negeri sipi di Kanada, Mohammed Azhar Ali Khan, memaparkan bagaimana tantangan dan kesempatan yang dihadapi Muslim di Kanada. Tahun ini dimulai dengan kejadian yang mengerikan. Pembunuhan terjadi yang menewaskan enam jamaah, sementara 19 lainnya mengalami luka-luka di sebuah masjid Quebec. Pelakunya adalah seorang supremasi kulit putih yang membenci imigran. Masyarakat Kanada berkumpul di belakang umat Islam. Mereka lantas menegaskan bahwa mereka menghargai Muslim sebagai sesama warga negara.

Namun pada Oktober lalu, dewan legislatif Quebec mengeluarkan Bill 62, yang menghalangi layanan kepada wanita yang mengenakan penutup wajah. Para pengamat percaya, bahwa sasarannya adalah wanita dengan mengenakan niqab, meski hanya minoritas kecil saja yang memakai niqab.

Perdana Menteri Justin Trudeau mengatakan, bahwa pemerintah federal mungkin akan menantang legalitas hukum tersebut. Pemerintah utama provinsi telah mencela hal itu. Sementara itu, Asosiasi Kebebasan Sipil Kanada dan Dewan Nasional Muslim Kanada telah meminta dan mendapatkan perintah pengadilan dari Quebec Superior Court, untuk menangguhkan tindakan diskriminasi Bill 62 sebagai sesuatu yang inskonstitusional. Masalah terkait itu dinilai akan berlarut selama bertahun-tahun. Karena legalitasnya sendiri masih diperdebatkan.

Yang lebih menakutkan bagi Muslim Kanada adalah pertumbuhan Islamofobia secara nasional. Menurut statistik Kanada pada 2003, hanya 0,54 persen Muslim dilaporkan menjadi korban kejahatan berlatar kebencian. Pada 2016, angka itu naik. 35 persen Muslim melaporkan mereka mengalami diskriminasi.

Polisi melaporkan bahwa kejahatan berlatar kebencian telah menurun di Kanada. Namun, kejahatan itu justru meningkat terhadap umat Islam, yang merupakan kelompok sasaran tertinggi kedua setelah orang Yahudi. Pada 2014, polisi melaporkan adanya 99 kejahatan berlatar kebencian terhadap umat Islam.

Sebuah jajak pendapat di Forum 2016 menemukan, bahwa 28 persen orang Kanada tidak menyukai umat Islam, dibandingkan dengan 16 persen orang yang tidak menyukai orang-orang Aborigin, yang tanahnya ditempati oleh orang-orang Eropa. Pada 2017, Angus Reid Insitute and Faith di Kanada menunjukkan bahwa 46 persen orang Kanada menegaskan bahwa Islam merusak Kanada.

Sementara 13 persen mengatakan, bahwa hal Islam bermanfaat. Satu-satunya kelompok agama lain yang tidak percaya di Kanada adalah orang Sikh. Yayasan Hubungan Ras Kanada, Asosiasi untuk Studi Kanada dan Perusahaan Broadcast Canadian , semuanya telah melaporkan bahwa lebih banyak jumlah orang Kanada khawatir dengan umat Islam.

Beberapa faktor nampaknya menjadi penyebabnya. Salah satunya, adalah perilaku beberapa Muslim di luar negeri, seperti Daesh (yang memproklamirkan diri sebagai kelompok Negara Islam) atau Al-Qaeda atau pelaku bom bunuh diri atau pembunuh yang membunuh orang-orang yang tidak bersalah, atau orang-orang yang mereka anggap menghina Islam, sambil menangis "Allahu Akbar".

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement