REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti di Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter mengatakan KPK tidak perlu mempertimbangkan jika Setya Novanto berniat mengajukan justic collaborator (JC). Easter menilai, terdakwa kasus korupsi KTP elektronik itu tidak laik mendapatkan status JC dari KPK. "Sepatutnya KPK tidak perlu mempertimbangkan pemberian status ini (JC) kepada SN, tidak layak," kata Easter kepada Republika.co.id, Rabu (20/12).
Alasannya, Easter menerangkan jika selama dan sepanjang proses penyidikan kasus korupsi KTP elektronik, Novanto tidak pernah mengindahkan. Bahkan hingga akhirnya KPK melimpahkan berkas perkara dan melakukan persidangan pun Novanto tidak menunjukkan sikap kooperatif. "Tidak terlihat intensi baik dari SN untuk mengarah pada pemenuhan syarat menjadi JC tersebut," ujarnya.
Ditambah lagi, lanjut Easter, perlu dipastikan juga apakah dalam kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun ini Novanto pelaku utama atau bukan. Jika iya, dia menilai, Novanto tentu tidak bisa memenuhi syarat menjadi seorang JC. "Syarat-syaratnya (JC) yaitu, ia harus mengakui perbuatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama, dan memberikan keterangan sebagai saksi dalam proses peradilan," terang Easter.
Sehingga bila melihat upaya-upaya perlawanan yang dilakukan Novanto selama ini, Easter mengatakan, nampaknya jauh dari terpenuhinya syarat menjadi seorang JC. Sekali lagi dia tegaskan bahwa Novanto tidak memenuhi syarat tersebut. "Dengan perilakunya yang tidak kooperatif sepanjang proses hukum KPK tidak perlu pertimbangkan lagi," ujar dia.
Sebelumnya Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah mengatakan KPK akan menerima dengan tangan terbuka apabila Novanto mengajukan JC. JC merupakan status untuk terdakwa yang ingin bekerja sama dengan KPK dalam mengungkap kasus korupsi yang melibatkannya. "Pada prinsipnya siapa pun yang jadi tersangka atau terdakwa bisa ajukan diri sebagai JC. (Tapi) Dikabulkan atau tidak tentu harus diproses dulu," kata Febri.