Rabu 27 Dec 2017 17:31 WIB

Muslim Austria Kritisi Soal Larangan Hijab Bagi Guru Sekolah

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agus Yulianto
Seorang muslimah dipaksa membuka cadar oleh petugas kepolisian Austria (Ilustrasi)
Foto: Daily Mail
Seorang muslimah dipaksa membuka cadar oleh petugas kepolisian Austria (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Perkataan terakhir dari Menteri Pendidikan Austria yang baru diangkat, Heinz Fassmann, yang menentang penggunaan jilbab, telah menimbulkan kekhawatiran bagi umat Islam di negara tersebut. Wawancara Fassmann yang dipublikasikan di surat kabar lokal Kurier pada Jumat lalu mengutipnya dengan mengatakan bahwa guru tidak boleh mengenakan jilbab.

Dalam wawancara tersebut, Fassmann ditanya soal pendapatnya tentang larangan jilbab. "Ya, saya memiliki simpati untuk negara sekuler dan mendapati bahwa para guru tidak boleh mengenakan jilbab, kecuali guru sekolah agama dan sekolah swasta," kata Fassmann, yang dikutip surat kabar Kurier.

Pemerintahan koalisi yang dibentuk oleh Partai Rakyat Austria (OVP) dan Partai Kebebasan sayap-kanan (FPO) awal bulan ini, memiliki sikap anti-Islam dan anti-imigran. Menanggapi wawancara tersebut, Presiden Otoritas Keagamaan Islam di Austria (IGGO), Ibrahim Olgun, mengatakan, bahwa jilbab adalah jalur merah mereka.

"Untuk alasan ini, kita tidak akan pernah membiarkan usaha semacam itu. Kami akan melakukan semua yang kami bisa untuk mencegah larangan jilbab dimulai, dan kami akan membawa masalah ini ke pengadilan konstitusional jika perlu," kata Olgun, dilansir dari Anadolu Agency, Rabu (27/12).

Olgun mengatakan, bahwa komunitas akan menemui sang menteri untuk berbicara mengenai masalah jilbab tersebut dan dengan tegas mengungkapkan keberatan mereka. "Kami berpikir bahwa di balik keinginan untuk melarang jilbab terletak anti-Islamisme," ujarnya.

Sekretaris Jenderal Federasi Islam Wina (IFW), Harun Erciyas, mengklaim, bahwa guru dengan jilbab itu bertentangan dengan prinsip ketidakberpihakan berarti menghina pendidikan dan tenaga kerja para guru. Dia menegaskan, bahwa pihaknya tidak menyetujui larangan jilbab bagi para guru.

Menurutnya, komunitas Islam, sebagai sebuah institusi resmi di negara tersebut, menggambarkan jilbab sebagai bagian dari Islam. "Untuk alasan ini, jika anda menyingkirkan orang-orang dengan jilbab dari pemerintah, anda juga menyingkirkan semua anggota agama ini dari masyarakat dan, tentu saja, ini akan menjadi diskriminasi," kata Erciyas.

Fatih Karakoca, presiden Uni Demokrat Turki Eropa yang ada di Austria (UETD), mengatakan bahwa ucapan sang menteri patut disayangkan. Dia mengatakan, walapun ada banyak masalah yang harus diselesaikan di Austria, koalisi ekstrim kanan bertekad untuk menciptakan perpecahan dan ketegangan di masyarakat.

"Mereka yang ingin bersembunyi di balik sekularisme dan membawa larangan kepada guru dengan jilbab hari ini akan menyebarkan ini ke semua area, termasuk siswa, yang menyebabkan kerusuhan di masyarakat besok," kata Karakoca.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement