REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny K Lukito memaparkan, BPOM RI telah menangani 215 perkara di bidang obat dan makanan sejak Januari-November 2017. Permasalahan yang ditangani terdiri dari 24 perkara obat ilegal, 75 perkara obat tradisional ilegal, 57 perkara kosmetik ilegal, dan 59 perkara pangan ilegal.
Angka yang dirasa masih tinggi tersebut membuat BPOM RI memfokuskan penyidikan pada akar permasalahan. "Tiga tahun terakhir ini BPOM RI melakukan penyidikan terhadap pelanggaran yang sifatnya lebih ke akar permasalah," kata Penny saat melakukan seremoni pemusnahan obat dan makanan ilegal di Jalan Karang Manjangan Nomot 20, Gubeng, Surabaya, Kamis (28/12).
Penny mengingatkan, permasalahan di bidang obat dan makanan sangat berbahaya. Itu tak lain karena permasalahan tersebut dapat dapat merugikan masayarakat dan generasi muda penerus bangsa.
Maka dari itu, Penny mengatakan, efek jera terkait pelanggaran di bidang obat dan makanan menjadi perhatian serius BPOM RI. "Karena itu BPOM RI berupaya agar ke depan pelaku pelanggaran di bidang obat dan makanan mendapat hukuman yang memenuhi rasa keadilan," ujar Penny.
Permasalahan itu pula yang menurutnya mendorong BPOM RI membutuhkan payung hukum berupa Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan. Penny meyakini, dengan keberadaan payung hukum tersebut, BPOM RI akan memperoleh kekuatan, di antaranya berupa penguatan kewenangan pengawasan yang komprehensif.
"Pengawasan komprehensif terkait regulasi, data dan informasi peredaran obat dan makanan, serta kewenangan penindakan termasuk penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) guna memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan obat dan makanan," kata Penny.