REPUBLIKA.CO.ID, SAMPIT -- Petani di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng, makin tertarik mengembangkan bawang dayak (eleutherine palmifolia) karena pembudidayaannya sederhana dan hasilnya cukup menjanjikan.
"Saya menanamnya secara organik, mulai dari cara pengolahan tanah, cara pembuatan pupuk organik dan perawatan metode organik. Harga jual bisa lebih tinggi dari harga nonorganik yang ada di pasaran. Misalnya harga di pasar Rp 50.000 per kilogram, saya menjualnya Rp 75.000 per kilogram," kata Mohamad Zainudin, petani di Kelurahan Mentaya Seberang Kecamatan Seranau, Selasa (9/1).
Bawang dayak mirip dengan bawang pada umumnya yang dijual di pasaran, namun baunya tidak terlalu tajam. Bawang dayak bisa dijadikan bumbu dapur, namun masyarakat lebih banyak mengonsumsinya untuk dijadikan obat.
Mengutip artikel di laman Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah, dijelaskan bahwa bawang dayak atau bawang hantu merupakan tanaman khas Kalimantan Tengah. Tanaman ini sudah secara turun temurun dipergunakan masyarakat Dayak sebagai tanaman obat.
Bawang dayak memiliki warna umbi merah dengan daun hijau berbentuk pita dan bunganya berwarna putih. Dalam umbi bawang dayak terkandung senyawa fitokimia yakni alkaloid, glikosida, flavonoid, fenolik, steroid, dan tannin.
Secara empiris bawang dayak sudah dipergunakan masyarakat lokal sebagai obat berbagai jenis penyakit seperti kanker payudara, obat penurun darah tinggi (hipertensi), penyakit kencing manis (diabetes melitus), menurunkan kolesterol, obat bisul, kanker usus, dan mencegah stroke.
Penggunaan bawang dayak dapat dipergunakan dalam bentuk segar, simplisia, manisan dan dalam bentuk bubuk (powder). Potensi bawang dayak sebagai tanaman obat multi fungsi sangat besar sehingga perlu ditingkatkan penggunaanya sebagai bahan obat modern.
Zainudin menilai komoditas bawang dayak memiliki potensi ekonomi yanh tinggi sehingga dia mulai menanam bawang dayak sejak delapan bulan lalu. Pria yang juga dikenal sebagai mantir adat yang peduli terhadap pelestarian budaya tanaman khas daerah ini memanfaatkan hari libur yaitu Sabtu dan Ahad untuk merawat tanaman bawang dayak miliknya.
Dia memanfaatkan lahan berukuran 15 x 45 meter atau tiga borongan. Bawang dayak bisa dipanen saat berusia empat bulan dengan hasil sebanyak lima sampai enam ons tiap rumpun.
Zainudin menilai potensi ekonomi bawang dayak sangat besar. Jika bawang merah biasa dijual antara Rp 25.000 hingga Rp 50.000 per kilogram, harga per kilogram bawang dayak dihargai Rp 75.000 bahkan lebih. Permintaan bawang dayak juga mulai meningkat.
"Karena luas tanam yang masih terbatas, untuk saat ini saya hanya melayani lewat pesanan. Biasanya pesanan kerabat untuk pembeli di luar daerah, misalnya Malang, Surabaya, Jakarta, Ternate dan lainnya. Malah pernah ada pesanan dari Buton tapi belum bisa saya penuhi karena memesan 100 kilogram," kata Zainudin.
Zainudin berencana menambah luas tanam bawang dayak miliknya dengan cara organik. Dia juga melibatkan warga lain yang mulai tertarik menanam bawang dayak. Zainudin bawang dayak akan menjadi salah satu komoditas yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan petani.