REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) optimistis pertumbuhan ekonomi kreatif (ekraf) tahun ini akan semakin meningkat. Lembaga itu bahkan menargetkan pertumbuhan ekraf mencapai enam sampai 10 persen setiap tahun.
"Itu di atas rata-rata ekonomi nasional. Kalau kita perhatikan ruang tumbuhnya memang masih besar," ujar Wakil Kepala Bekraf Ricky Joseph Pesik di Jakarta, Kamis, (11/1).
Ia berharap, pemerintah pun mempermudah jalan atau ekosistem bagi para pelaku ekraf untuk berkembang. Misalnya dengan pembangunan infrastuktur jalan, ia mencontohkan di satu kabupaten di Sulawesi Tengah membuat produksi, jika tidak ada akses jalan, maka produksinya hanya untuk wilayah kabupaten dan sekitarnya.
"Kalau ada jalan maka bisa ke Makassar juga pasarnya. Jadi lebih luas ekspansinya," tutur Ricky.
Lebih lanjut, kata dia, akses permodalan sangat penting dalam meningkatkan pelaku ekraf. Maka dirinya mengaku sangat mendukung kebijakan pemerintah yang akan menurunkan bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari sembilan persen ke tujuh persen.
"Nanti (kalau bunga KUR sudah turun) Bekraf akan bawa pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) ekraf untuk dapatkan pembiayaan dari seluruh bank pelat merah. Sedangkan bagi pelaku start up, nanti kita bawa venture capital agar bisa jadi investor," jelasnya.
Ricky menambahkan, ruang pertumbuhan ekonomi digital pun masih besar. Apalagi produk yang dijual di berbagai lapak e-commerce seperti Tokopedia dan Bukalapak, sebanyak 90 persen masih merupakan produk luar negeri. Sedangkan produk lokal baru 10 persen. Ia berharap 90 persen itu sebenarnya bisa digantikan dengan produk lokal.
Hal itu karena, e-commerce memungkinkan pelaku usaha kecil menjual produknya di sana tanpa banyak prasyarat. "Jadi mereka terbantu dengan e-commerce," tutur Ricky.
Sebagai informasi, data statik Bekraf bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017, pertumbuhan ekraf sebesar 4,95 persen. Angka itu meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang 4,41 persen.