REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Seluruh aparatur sipil negara di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan pemerintah kabupaten/kota dilarang berfoto bareng atau berswafoto (selfie) dengan para kandidat Pilkada dan mengunggahnya di media sosial. Larangan itu sebagai upaya menjaga netralitas.
"Larangan tersebut ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Kinerja Aparatur Negara dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah Gubernur, Bupati dan Wali Kota," kata Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sri Puryono di Semarang, Selasa (16/1).
Selain dilarang berfoto bersama para kandidat pilkada, ASN juga tidak diperbolehkan mengunggah foto dengan pasangan calon kepala daerah ke berbagai media sosial. Secara tegas, Sekda meminta ASN benar-benar menjaga netralitas saat Pilgub Jateng dan pilkada serentak di tujuh kabupaten/kota pada 2018.
Sekda menyebutkan bentuk ketidaknetralan ASN antara lain, menghadiri deklarasi bakal calon, menghadiri acara ulang tahun partai, foto menggunakan atribut khas salah satu paslon, hingga foto bareng salah satu paslon dan kemudian mengunggahnya di media sosial.
"Termasuk Bu Atikoh (istri Ganjar Pranowo, red) kan masih terdaftar sebagai ASN, jadi tidak bisa foto bareng suaminya," ujarnya dalam Rapat Koordinasi tentang Netralitas ASN di Hotel Patrajasa Semarang.
Menurut Sekda, jika ada ASN yang ketahuan dan terbukti memihak salah satu kandidat pilkada, maka yang bersangkutan dapat dikenai sanksi tegas berupa penurunan jabatan satu tingkat hingga pemecatan.
"Bapak Gubernur sudah menegaskan kepada saya, beliau minta tolong agar teman-teman (ASN, red.) bisa profesional," katanya.
Sekda menjelaskan ada banyak regulasi yang mengatur netralitas ASN yakni UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Bupati/Wali Kota, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin ASN, PP Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, Surat Edaran Menpan-RB tentang Netralitas, Disiplin, Sanksi ASN di Pilkada.
"Semua itu disosialisasikan hingga tingkat daerah sehingga semua ASN harus tahu, tidak boleh ada yang melanggar karena alasan tidak tahu," katanya.
Ketua Bawaslu Jateng Fajar Saka menjelaskan, pihaknya tidak memposisikan diri sebagai penunggu pelanggar, tapi justru melakukan pencegahan agar tidak ada ASN yang berpihak pada salah satu paslon. "Kalau banyak ASN yang melanggar, itu tidak membanggakan, kami ikut malu," ujarnya.
Kendati demikian, Fajar mengaku akan tetap mengedepankan praduga tidak bersalah karena diperkirakan akan ada pihak-pihak yang berusaha menjatuhkan ASN dengan mengedit foto ASN untuk disandingkan dengan foto salah satu kandidat pilkada kemudian disebarkan ke media sosial atau foto bareng yang sudah lama dilakukan, tapi ditampilkan kembali dengan keterangan foto terbaru.
"Kami akan melakukan verifikasi jika ada foto seperti itu, tidak bisa langsung menghakimi meski judulnya tetap dugaan pelanggaran. Bisa jadi, kami juga akan menghadirkan ahli yang bisa memberi keterangan, apakah itu foto asli atau hasil editing, hingga waktu kapan foto itu diambil," katanya.