REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) Najeela Shihab mengungkapkan, angka literasi anak di Indonesia masih sangat buruk. Hal itu didasarkan pada data Early Grade Reading Assissmet (EGRA) yang menyebut 5,8 persen siswa kelas dua Sekolah Dasar (SD) tidak bisa membaca, lalu 26,3 persen bisa membaca namun tidak lancar, dan 20,7 persen bisa membaca tanpa bisa memahami isi bacaan.
"Data itu menunjukkan angka literasi itu buruk ya. Meskipun, tingkat buta huruf saat ini berkurang, karena hampir 90 persen lebih sudah mengenal huruf. Tapi peningkatan literasi bukan hanya itu," kata Najeela kepada Republika, Kamis (18/1).
Najeela menegaskan, untuk bisa bersaing di era global seperti saat ini, anak dituntut mampu memiliki skill membaca baik. Bukan hanya sekadar membaca huruf per huruf, terang Najeela, melainkan skill membaca angka-angka matematika atau hal lainnya.
"Tapi kalau kita berbicara soal literasi bagi anak, kita tidak hanya kemampuan anak saja. Tapi juga media pendukung literasi, misalnya pendistribusian buku yang baik, akses perpustakaan, dan lainnya juga harus baik," jelas Najeela.
Najeela beranggapan, saat ini pemerintah telah cukup memberi perhatian dalam peningkatan literasi. Karena itu dia meminta, agar pemerintah terus mendorong peningkatan literasi pada anak di seluruh Indonesia.