Jumat 19 Jan 2018 18:02 WIB

54 Kasus Kekerasan Anak Masuk Ranah Hukum di Sleman

Puluhan kasus kekerasan tersebut terjadi sepanjang 2017

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Karta Raharja Ucu
Ilustrasi Kekerasan Terhadap Anak
Foto: pixabay
Ilustrasi Kekerasan Terhadap Anak

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kekerasan kepada perempuan dan anak yang ada di Kabupaten Sleman sepanjang 2017 cukup tinggi. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Pendudukan dan KB (P3AP2KB) pada 2017 mencapai 50 kasus lebih.

"Terdapat 54 kasus kekerasan anak yang mencapai ke ranah hukum," kata Ketua P3AP2KB, Mafilindati Nuraini, saat ditemui saat Sosialisasi Pusat Pembelajaran Keluarga, Jumat (19/1).

Ia menerangkan, dari angka itu yang menjadi korban sebanyak 43 kasus, dan yang menjadi pelaku ada 11 kasus. Menurut Linda, secara keseluruhan sebanyak 10 kasus telah diproses sampai ke Polres Sleman.

Linda turut membeberkan data korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kabupaten Sleman yang mencapai 298 orang. Selain itu, ia mengungkapkan jika korban kekerasan bukan KDRT sebanyak 173 orang.

 

Dibandingkan total penduduk Kabupaten Sleman, ia merasa kasus kekerasan itu tidak terlalu banyak. Walau sedikit, Linda menegaskan, kasus-kasus yang ada patut diperhatikan karena satu kasus saja bisa membunuh karakter Kabupaten Sleman.

"Ini menjadi tantangan untuk kita semua bagaimana angka kekerasan ini dapat ditekan," ujar Linda.

Linda mengakui berbagai pihak seperti psikolog dair Puskesmas telah berupaya menekan angka kekerasan kepada anak dan perempuan, tapi itu dirasa tidak cukup. Karenanya, Pemkab Sleman membentuk Pusat Pembelajaran Keluarga atau Puspaga.

Tujuannya, lanjut Linda, meningkatkan kualitas kehidupan menuju keluarga sejahtera, melalui peningkatan kapasitas orang tua. Ia menegaskan, Dinas P3APP2KB akan segera memberikan pelayanan Puspaga jika ada keluarga-keluarga yang memerlukan konsultasi.

Senada, Sekretaris P3AP2KB, Puji Astuti menilai, Puspaga merupakan langkah antisipasi untuk mencegah kasus kekerasan. Tugas pencegahan ini dinaungi psikolog-psikolog, dan saat ini ada setidaknya dua psikolog untuk konsultasi.

"Kita memiliki dua psikolog yang siap memberikan layanan aktif dan pasif," kata Puji.

Selain itu, Puspaga akan melakukan kegiatan-kegiatan seperti konsultasi pengasuhan. Puji menekankan, Dinas P3AP2KB melalui Puspaga akan sediakan layanan yang diperuntukkan bagi keluarga paska perceraian.

"Karena itu kita mencoba menginisiasi adanya MoU dengan Kementerian Agama, Pengadilan Agama, dan P3AP2KB untuk menyelesaikan pascaperceraian, harapannya satu, semuanya sejahtera," ujar Puji.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement