REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Militer AS telah menempatkan Cina dan Rusia sebagai lawan pada pusat strategi pertahanan nasional yang baru diluncurkan Jumat (19/1). Ini artinya militer AS akan mengurangi prioritas setelah lebih dari 1,5 tahun memusatkan perhatian pada perang melawan militan.
Menteri Pertahanan AS Jim Mattis menyebut kekuatan revisionis Cina dan Rusia berusaha menciptakan sebuah dunia yang konsisten dengan model otoriter mereka. Strategi Pertahanan Nasional merupakan tanda permusuhan terakhir dari pemerintahan Presiden Donald Trump untuk menghadapi tantangan dari Rusia dan Cina.
"Kami akan terus menuntut kampanye melawan teroris yang kita hadapi saat ini, namun persaingan dengan kekuatan yang besar, bukan terorisme yang sekarang menjadi fokus utama keamanan nasional AS," ujar Mattis dalam sebuah pidato yang mempresentasikan dokumen strategi tersebut.
Ini menetapkan prioritas untuk Departemen Pertahanan AS yang diharapkan tecermin dalam anggaran Departemen Pertahanan AS di masa depan. Pentagon pada Jumat merilis dokumen 11 halaman yang tidak terklasifikasi, yang tidak memberikan rincian tentang bagaimana pemetaan anggaran untuk melawan Cina dan Rusia akan dilakukan.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, yang berbicara melalui juru bahasa pada sebuah konferensi pers di Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengatakan Amerika Serikat menggunakan pendekatan konfrontatif.
"Disesalkan alih-alih melakukan dialog normal, alih-alih menggunakan dasar hukum internasional, AS berusaha keras membuktikan kepemimpinan mereka melalui strategi dan konsep konfrontatif semacam itu," kata Lavrov.
Ia mengatakan Rusia terbuka untuk dialog dan siap membahas doktrin militer. Kedutaan Besar Cina di AS mengkritik strategi tersebut. Ia mengatakan Beijing mengupayakan kemitraan global, bukan dominasi global.
"Jika beberapa orang melihat dunia melalui perang dingin, pola pikir permainan zero-sum, maka mereka ditakdirkan untuk hanya melihat konflik dan konfrontasi," kata seorang juru bicara kedutaan dalam sebuah pernyataan.
Wakil Asisten Menteri Pertahanan untuk Strategi dan Pengembangan Kekuatan Elbridge Colby mengatakan Rusia jauh lebih berani daripada Cina dalam penggunaan kekuatan militernya. Colby mengatakan Rusia mencaplok semenanjung Krimea Ukraina pada 2014 dan melakukan intervensi secara militer di Suriah untuk mendukung sekutunya, Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Sedangkan Cina telah memulai modernisasi militer yang luas yang menurut Colby bertentangan dengan kepentingan AS. Dokumen tersebut juga mencantumkan Korea Utara di antara prioritas Pentagon, dengan alasan kebutuhan memfokuskan pertahanan rudal AS terhadap ancaman dari Pyongyang, yang di luar senjata nuklirnya juga mengumpulkan persenjataan biologis, kimia, dan konvensional.
Dokumen tersebut mengatakan aliansi internasional akan sangat penting bagi militer AS dan sejauh ini merupakan sumber daya terbaik di dunia. Pentagon juga sedang mengerjakan sebuah dokumen kebijakan mengenai senjata nuklir negara tersebut. Namun Mattis tidak secara khusus membahas dokumen tersebut. Ia mengatakan prioritasnya adalah pencegahan.
Mattis mengaku marah kepada Kongres AS atas ketidakmampuannya mencapai kesepakatan mengenai anggaran. Menurutnya, daya saing militer AS telah terkikis di setiap wilayah peperangan, sebagian disebabkan karena dana yang tidak konsisten.
Pengeluaran militer Amerika Serikat per tahun masih jauh lebih banyak daripada Cina dan Rusia. Amerika Serikat menghabiskan 587,8 miliar dolar AS per tahun untuk militernya, Cina 161,7 miliar dolar AS dan Rusia 44,6 dolar miliar AS.