REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Pemerintah Suriah, pada Rabu (24/1), menepis tudingan Prancis dan Amerika Serikat (AS) yang menyebut Suriah masih menggunakan senjata kimia. Pemerintah Suriah mengatakan tudingan tersebut adalah sebuah kebohongan.
Kementerian Luar Negeri Suriah mengungkapkan tudingan yang dilayangkan AS dan Prancis memiliki agenda terselubung. Dalam konteks ini, menurut Suriah, AS dan Prancis berupaya menghalangi upaya untuk menemukan solusi serta jalan keluar terkait krisis di sana.
Kemudian terkait dugaan penggunaan senjata kimia, Suriah mengklaim selalu bersikap kooperatif terhadap penyelidikan.
"Suriah selalu menunjukkan kerja sama dan memberikan kondisi yang diperlukan untuk penyelidikan yang imparsial, objektif, dan profesional terhadap penggunaan senjata kimia," kata Kementerian Luar Negeri Suriah.
Menurut Suriah, Barat yang justru telah menghambat proses ini untuk tujuan politik. Pada Selasa (23/1), Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan, Pemerintah Suriah mungkin masih menggunakan senjata kimia menyusul serangan klorin yang di daerah kantong pemberontak di Ghouta timur awal pekan ini.
Dalam dua tahun terakhir, penyelidikan bersama yang dilakukan PBB dan Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW) menemukan Pemerintah Suriah menggunakan senjata kimia jenis sarin. Selain itu, Pemerintah Suriah disebut beberapa kali menggunakan senyawa klorin sebagai senjata.