Kamis 25 Jan 2018 18:18 WIB

100 Hari Anies-Sandi, Nasdem: Arah Pembangunan tak Jelas

Masa 100 hari dinilai cukup untuk meletakkan pondasi pembangunan.

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Andri Saubani
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tengah) bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahudin Uno.
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tengah) bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahudin Uno.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Nasdem DPRD DKI Bestari Barus menilai tidak ada yang istimewa dalam 100 hari kepemimpinan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Semua kebijakan dan janji kerja yang disebut perlahan mulai dikerjakan dinilai tak menunjukkan arah pembangunan yang jelas.

"100 hari memang bukan waku yang panjang. Namun seharusnya dalam waktu itu cukup untuk meletakkan pondasi-pondasi pembangunan, itu belum kelihatan," kata dia saat di hubungi, Kamis (25/1).

Bestari mencontohkan, realisasi janji rumah dengan uang muka atau down payment (DP) nol rupiah tak sesuai dengan janji Anies-Sandi saat kampanye Pilkada DKI. Saat itu, menurut Bestari, Anies-Sandi menjanjikan rumah tapak meski dalam ground breaking beberapa waktu lalu faktanya adalah rumah susun.

"Itu pun rusun juga tidak memperlihatkan bisa dimiliki karena HPL-nya (hak pengelolaan lahan) milik pemerintah, kan tidak bisa dialihkan ke siapa pun. Hanya bisa diberikan HGB yang berlaku 25 tahun dan diperpanjang satu kali, sudah selesai," ujar dia.

Bestari juga mengritisi terkait program OK OCE Anies-Sandi. Ia mengklaim banyak masyarakat yang kecewa pelaksanaan OK OCE di lapangan yang hanya memberikan pelatihan dan pembinaan. Sementara untuk hal yang paling krusial terkait permodalan justru tak diintervensi lebih jauh oleh pemprov.

"Padahal kita sudah gelontorkan dana cukup banyak. Kalau sekedar pelatihan kan kita punya Dinas UMKM yang bisa melaksanakan itu, nggak perlu pakai OK OCE segala," ujar dia.

Dia juga menyesalkan dikembalikannya lapangan Monas untuk kegiatan umum. Kawasan Monas yang merupakan Ring 1 dari Istana Kepresidenan dan pusat pemerintahan, menurut Bestari, memang perlu diatur. Ia menilai tak bisa seenaknya membebaskan seperti yang dilakukan saat ini.

"Jadi saya tidak bisa memberi penilaian karena belum ada pondasi yang dibangun secara benar dan komprehensif mewakili semua stakeholder (pemangku kepentingan)," ujar dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement