REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL--- Korea Utara (Korut) pada Sabtu (27/1) mengecam sanksi terbaru Amerika Serikat (AS) yang diumumkan pekan ini. Sanksi AS ini bertujuan untuk membatasi pembangunan senjata nuklir negara terisolasi tersebut.
"Sanksi AS adalah manifestasi niat jahat untuk merusak kegembiraan negara lain melalui pertukaran dan kerja sama antar-Korea dan untuk memperburuk situasi," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut dalam sebuah laporan oleh Central News Agency Korea dikutip Reuters, Sabtu.
Korut menyatakan, AS harus menghentikan kebijakan anakronistik tersebut. AS mengumumkan sanksi baru pada Rabu lalu untuk menghentikan pengembangan senjata nuklir Korut dan mendesak Cina serta Rusia untuk mengusir warga Korut yang mengumpulkan dana untuk program tersebut.
Departemen Keuangan AS memberlakukan sanksi terhadap sembilan entitas, 16 orang, dan enam kapal Korut yang dituduh membantu program senjata tersebut. Dikatakan, dua perusahaan perdagangan yang berbasis di Cina terlibat dalam mengekspor jutaan dolar logam dan barang lainnya yang digunakan dalam produksi senjata.
"Departemen Keuangan AS terus menargetkan secara sistematis individu dan entitas yang membiayai rezim Kim Jong Un dan program senjatanya, termasuk pejabat yang terlibat dalam skema penghindaran sanksi Korea Utara," kata Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dalam sebuah pernyataan.
Mnuchin mengatakan, Amerika Serikat menargetkan individu di Cina, Rusia, dan tempat lain dan menyerukan pengusiran mereka dari wilayah tempat mereka tinggal.
"Kami memberi sanksi kepada perusahaan minyak, perkapalan, dan perdagangan tambahan yang terus memberikan jalur kehidupan ke Korea Utara untuk mendorong ambisi nuklir rezim ini dan aktivitas yang tidak stabil," kata Mnuchin menambahkan.
Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri Departemen Keuangan AS menambahkan 16 orang ke daftar warga negara yang ditunjuk khusus. Perusahaan itu juga mendaftarkan sembilan entitas, termasuk Kementerian Industri Minyak Mentah Utara Korea Utara, dan enam kapal berbendera Korea Utara.
Menurut Departemen Keuangan AS, tindakan tersebut memungkinkan AS untuk memblokir aset yang dimiliki oleh individu atau perusahaan di ASdan melarang warga AS untuk berurusan dengan perusahaan atau individu yang terdaftar.