REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menjelaskan, Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) hanya dapat dikeluarkan jika beberapa syaratnya terpenuhi. SP3 bisa diterbitkan jika perbuatan yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana, melainkan perbuatan perdata.
(Baca: Dewan Dakwah Dukung Kepulangan Habib Rizieq ke Tanah Air)
Atau, lanjut Fickar, SP3 dapat dikeluarkan kepolisian bila bukti yang disangkakan tidak ada atau kurang. "Secara yuridis SP3 hanya dapat dikeluarkan karena perbuatan yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana melainkan perbuatan perdata, atau kurangnya atau tidak ada bukti-bukti yang disangkakan," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (30/1).
Meski begitu, Fickar juga memaparkan, selain demi kepentingan hukum, sebuah perkara juga bisa dihentikan melalui SP3 demi kepentingan umum. Ini hanya bisa dilakukan oleh Jaksa Agung dengan pertimbangan bila perkara tersebut disidangkan akan mengganggu kepentingan umum.
"Ini lazimnya disebut deponering," ujar dia.
Selain itu, Fickar melanjutkan, SP3 juga sangat dimungkinkan karena adanya perubahan arah politik pada sebuah perkara yang di belakangnya penuh dengan nuansa politik. "Namun secara hukum menggantung, contohnya soal makar dan sebagainya," paparnya.
Sebelumnya, Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Maarif berharap Polri mengeluarkan SP3 agar Rizieq terlepas dari proses hukum dan status tersangka yang tengah dihadapinya. "Aman buat beliau dan segera keluarkan SP3 serta hentikan kriminalisasi ulama," tambahnya.
Ia berharap proses hukum yang sedang dihadapi oleh Rizieq segera selesai. Seperti diketahui, Rizieq telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian dalam dugaan kasus obrolan pesan singkat yang mengandung konten pornografi dengan Firza Husein.