REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membenarkan viralnya hasil pengujian sampel suplemen Viostin DS dan Enzyplex tablet yang mengandung deoxyribose-nucleic acid (DNA) babi. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi temuan BPOM tersebut.
Menurut LPPOM MUI kejadian ini membuktikan pentingnya mewajibkan sertifikasi halal. "Saya belum mendapatkan informasi resmi dari BPOM tentang peredaran produk yang mengandung lemak babi (DNA babi-Red) itu," kata Direktur LPPOM MUI Dr Ir Lukmanul Hakim kepada Republika.co.id di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (31/1).
Lukmanul mengatakan, kalau produk tersebut benar mengandung babi, maka otomatis produk tersebut tidak halal. Kalau BPOM sudah mengatakan produk yang dimaksud benar mengandung babi, karena prosedur perizinan (izin edar) adanya di awal, maka izin edar harus semakin ketat.
Dia menegaskan, setelah izin edar diperketat, selanjutnya pengawasan harus diperketat. "Sudah dapat izin edar, tapi sekarang ditemukan mengandung babi, maka siapa yang melakukan pemalsuan? Memberikan informasi tidak sesuai dengan yang sebenarnya," ucapnya.
Lukmanul juga mempertanyakan, berdasarkan data dari izin edar yang pertama, ditemukan mengandung babi atau tidak? "LPPOM MUI ingin tahu itu. Tapi, kalau izin edar tidak ada, artinya ada sebuah pelanggaran. Maka, kedua belah pihak harus dimintai klarifikasi," tegasnya.
"Yang harus kita tahu, waktu mengajukan izin (izin edar-Red) pastinya juga diperiksa, dibandingkan hasil pemeriksaan di awal dengan pemeriksaan yang sekarang ini," ujarnya.
Sekarang setelah beredar baru ditemukan mengandung DNA babi, menurutnya, kalau sudah begini artinya ada yang dirugikan. Kalau benar produk tersebut mengandung babi, bukan hanya sekedar dilakukan penarikan saja. Penarikan saja tidak cukup karena dalam konteks ini sudah ada konsumen yang dirugikan.
Lukmanul menjelaskan, menurut keyakinan umat Islam, tidak boleh seorang Muslim mengonsumsi makanan yang mengandung babi kecuali dalam keadaan darurat. Artinya, ada konsumen Muslim yang dirugikan. Ini yang harus ditindaklanjuti.
"Ini harus kita minta penjelasan, kita minta BPOM menginformasikan kepada kita semua, langkah-langkah yang akan diambil," ujarnya.
Lukmanul menegaskan, bukan hanya mandatory sertifiksi halal, tetapi mandatory informasi halal. Apakah BPOM menganut mandatory informasi halal, informasi pencampuran, bersentuhan atau pernah bersentuhan dengan babi. Harusnya dari awal ditulis kandungan produknya, sehingga konsumen tidak tertipu.
"Kalau sekarang sudah berapa lama izin edar itu digunakan? Berapa lama mereka melakukan distribusi produk itu? Itu berapa banyak konsumen yang sudah menggunakan?," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Standardisasi Produk pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Tetty Sihombing membenarkan viralnya surat dari Balai Besar POM di Mataram kepada Balai POM di Palangka Raya tentang hasil pengujian sampel suplemen Viostin DS dan Enzyplex tablet yang mengandung DNA Babi.
Dalam surat edaran tersebut, menyampaikan sampel produk yang tertera dalam surat tersebut adalah Viostin DS produksi PT. Pharos Indonesia dengan nomor izin edar (NIE) POM SD.051523771 Nomor Bets BN C6K994H. Serta Enzyplex tablet produksi PT Medifarma Laboratories dengan NIE DBL7214704016A1 Nomor Bets 16185101.