REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Pengungsi erupsi Gununug Sinabung yang direlokasi di kawasan Siosar, Kabupaten Karo mengolah kotoran burung puyuh menjadi pupuk dengan binaan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Sumatera Utara. Pengurus Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Sumut Ismail Marzuki di Medan, Kamis, mengatakan bahwa pihaknya membina 25 peternak puyuh yang berada di area relokasi tersebut.
Dengan memanfaatkan lahan di sekitar kantor Desa Suka Meriah, Kecamatan Merek, pihaknya melatih pengungsi untuk mengolah kotoran puyuh yang diternak menjadi pupuk organik. Pengolahan kotoran puyuh dipilih karena penghasilannya bersifat harian dan pengelolaannya dapat dilakukan sampingan sehingga masyarakat tetap dapat bertani.
Pengolah kotaran puyuh menjadi pupuk organik itu menjadi alternatif mata pencarian (livelihood) bagi masyarakat yang menjadi korban erupsi Gunung Sinabung tersebut. "Peternakan puyuh dipilih karena penghasilannya bersifat harian. Itu dapat meningkatkan kesejahteraan dan upaya untuk memenuhi hak-hak anak mereka," katanya.
Dalam mengolah kotoran puyuh menjadi pupuk organik tersebut, PKPA Sumut menghadirkan pelatih dari Sekolah Pengolahan dan Pemanfaatan Sampah (SP2S) Medan. Pelatih dari SP2S Medan Bachtiar mengatakan bahwa kotoran puyuh menjadi satu bahan yang baik dalam proses komposting kandang.
Untuk membuat kompos kotoran puyuh yang baik, satu goni kotoran diberikan bahan tambahan, seperti sekam padi satu goni, dedak ayam 1,4 kilogram (kg), dan tambahkan bakteri pengurai. Kotoran puyuh itu memiliki unsur hara yang sangat tinggi untuk menyuburkan tanah, serta unsur C organiknya juga sangat tinggi yang mencapai 17,61 persen.
"Itu berarti akan sangat baik untuk dikelola dan dimanfaatkan peternak puyuh sebagai pupuk organik di lahan pertanian mereka, apalagi kita tahu mereka seluruhnya petani sayur-mayur," katanya.
Melihat manfaat dari pendampingan yang dilakukan PKPA Sumut, Kepala Desa Suka Mariah Yani Ginting berharap alternatif mata pencarian seperti itu dapat makin dikembangkan. Selain puyuh, di daerah itu ada peternakan ayam, lembu, atau kambing yang dapat dikembangkan lagi sehingga masyarakat memiliki sumber penghasilan tambahan.
"Kalau dari pertanian saja tidak cukup untuk kesejahteraan anak dan keluarga, apalagi lahan penyintas yang diberikan pemerintah hanya 0,5 hektare," katanya.