REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko mengaku bersalah karena telah menerima suap dari Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Jombang, Inna Selistyawati terkait penempatan jabatan di Kabupaten Jombang. Usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua DPD Partai Golkar Jatim itu mengaku ikhlas jika jabatannya dicopot.
"Otomatis, saya harus mundur DPD Golkar Jatim maupun Bupati, saya ikhlas karena saya merasa bersalah melanggar hukum, sehingga perjalanan ini harus kita lakukan dan ikuti proses hukum," kata Nyono yang keluar sudah mengenakan rompi tahanan KPK di Gedung KPK Jakarta, Ahad (4/2).
Kepada wartawan, Nyono mengaku tak tahu-menahu bila uang pemberian dari Inna berasal dari uang haram. Ia pun tak menduga jika pemberian tersebut malah membuatnya harus berurusan dengan KPK.
Nyono menuturkan, Inna awalnya menyebut pemberian uang tersebut merupakan bantuan untuk sedekah santunan anak yatim piatu. Ia bahkan menyebut tidak mengetahui jika penerimaan uang itu salah.
Sementara terkait dana untuk modal kampanye pencalonannya kembali sebagai Bupati Jombang, Nyono tak membantah bila mendapat sedikit bantuan dari teman-temannya.
"Itu sumbangan sedikit bantuan untuk iklan memang diberikan teman-teman. Saya mohon maaf, saya tidak tahu itu salah satu pelanggaran hukum, saya minta maaf kepada masyarakat Jombang," ujarnya.
Diketahui, KPK baru saja melakukan ooperasi tangkap tangan terkaitdi Pemkab Jombang Jawa Timur pada Sabtu (3/2). KPK telah menetapkan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko dan Plt Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang Inna Selistyowati sebagai tersangka.
Nyono diduga kuat menerima uang suap sejumlah Rp 434 juta dari Inne.Suap tersebut diduga kuat agar Inna ditetapkan sebagai kepala dinas definitif. Sementara itu, uang suap yang diterima Nyono yang berasal dari kutipan dana kapitasi BPJS itu diduga bakal digunakan untuk kepentingannya maju kembali di Pilkada Jombang 2018.
Atas perbuatannya, Nyono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Inna disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.