Rabu 07 Feb 2018 17:54 WIB

Panglima TNI Ingatkan Tiga Ancaman Ini

Teknologi siber bisa menciptakan teroris yang bergerak sendiri.

Panglima TNI Hadi Tjahjanto
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Panglima TNI Hadi Tjahjanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, mengungkapkan, ada tiga ancaman potensial yang patut diwaspadai, yakni siber, biologis dan kesenjangan.

"Memasuki era distrupsi saat ini, ancaman potensial yang perlu dicermati adalah ancaman siber, biologis dan kesenjangan. Ketiga ancaman tersebut meski berbeda ranah, namun secara prinsip memiliki benang merah yang dapat mengamplifikasi satu sama lain," kata Panglima TNI saat memberikan pembekalan pada acara Rapat Kerja Gubernur Seluruh Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (7/2).

Menurut Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, ancaman kesenjangan yang merupakan perpaduan dari inovasi disruptif pada bidang teknologi siber dan biologi, merupakan akar persoalan dari munculnya berbagai paham kekecewaan yang berorientasi pada populisme, ekstremisme dan radikalisme.

"Semakin besar kesenjangan itu terjadi, akan semakin tumbuh subur berbagai paham kekecewaan tersebut, yang berusaha mendeligitimasi kekuasaan pemerintah yang sah melalui cara-cara yang cenderung bersifat inkonstitusional," jelasnya dalam keterangan tertulisnya.

Panglima TNI menjelaskan, perkembangan teknologi siber bisa menciptakan lone wolf (sebutan pelaku aksi teror seorang diri). Dengan kemajuan teknologi, sangat mudah membentuk profil seseorang. Kemudian orang itu akan dibina secara online dan ancamannya menjadi lonewolf atau menjadi serigala-serigala tunggal yang siap melakukan teror.

"Melalui jaringan teknologi itu, para lonewolf bisa merancang sendiri senjata untuk melakukan aksi teror. Apalagi, dengan perkembangan sekarang, aktivisual intelejen bisa membuat apa pun. Ini adalah ancaman siber," ujarnya.

Berkaitan dengan ancaman tersebut, Panglima TNI memberikan contoh nyata salah satunya adalah ancaman siber di media sosial yang telah digunakan untuk mendistorsi dan mengeksploitasi berbagai isu kesenjangan dan etnisitas terhadap Kejadian Luar Biasa Campak dan Gizi Buruk yang menimpa masyarakat di Papua.

"Dengan distorsi permasalahan tersebut energi yang kita keluarkan justru terkuras bukan untuk mencari esensi permasalahannya," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement