Rabu 14 Feb 2018 14:50 WIB

Novel Baswedan Heran Dianggap tak Kooperatif dengan Polri

Dahnil mengungkapkan, Novel sendiri mengaku aneh dengan sikap Ombudsman.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjutak.
Foto: Dokumen
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjutak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengkritik sikap komisioner Ombudsman Andrianus Meliala, yang seakan-akan justru mempermasalahkan posisi Novel Baswedan sebagai korban penyerangan karena dianggap tidak kooperatif terhadap polisi. Dahnil mengungkapkan, Novel sendiri mengaku aneh dengan sikap Andrianus.

"Kok bisa Ombudsman malah menuduh Novel gak kooperatif, lha wong Novel saja sejak awal peristiwa 11 April 2017 sudah banyak memberi keterangan kepada polisi. Bahkan secara resmi Novel sudah menyampaikan BAP (Berita Acara Pemeriksaan)-nya di Singapura," kata Dahnil kepada wartawan, Rabu (14/3).

Menurutnya sangat aneh sikap Komisioner Ombudsman Andrianus Meliala ini, karena awalnya ia menyebut BAP Novel tidak ada atau hilang. Kemudian menyebut BAP-nya hanya tiga lembar, yang kemudian ternyata oleh polisi disebut BAP nya ada sembilan lembar.

"Jadi Novel sendiri heran, kok seolah-olah sekarang yang disalahkan korban. Dan anehnya lha kok Ombudsman ikut-ikutan mempersalahkan korban. Ada apa ini?" ujarnya.

Drama yang ditampilkan dengan mempersalahkan Novel menggunakan Ombudsman ini, kata Dahnil sangat menggelikan. Karena Ombudsman seharusnya mengawasi kinerja pelayanan publik oleh instansi pemerintah, bukan justru mempersalahkan masyarakat dalam hal ini Novel selaku korban.

Dahnil memandang dengan munculnya pihak Ombudsman yang mempersalahkan Novel ini, justru semakin menguatkan pesimisme penuntasan kasus Novel oleh kepolisian. Karena itu ia menegaskan kembali agar kasus Novel ini terselesaikan kuncinya cuma satu, presiden bersedia membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) atas kasus Novel Baswedan ini.

"Kalau mau tuntas ya harus dibentuk TGPF, agar drama-drama yang dimainkan aktor seperti Ombudsman ini tidak perlu ada," tegasnya.

Untuk menghentikan drama-drama ini kembali ke komitmen presiden mengungkap kasus Novel Baswedan. Kalau presiden serius maka segera tetapkan pembentukan TGPF, tapi sampai detik ini presiden masih menyerahkan kepada polisi. Sedangkan polisi sangat lamban mengungkap kasus Novel ini. Jadi hingga hari ini, kata dia, komitmen presiden mengungkap kasus Novel hanya retorika saja.

"TGPF adalah jalan keluar untuk menuntaskan kasus Novel ini, karena kita melihat selalu sama alasan kendala polisi mengungkap soal teknis. Ini sebenarnya bisa berkait politis seperti yand disampaikan Novel ada keterlibatan jendral di kasus ini," terangnya.

Ia menegaskan, kalau tidak ada TGPF publik akan semakin ragu dan pesimis dengan cara kerja polisi. Bahkan, ada lagi drama-drama yang menghadirkan aktor tambahan untuk membuat kasus Novel ini semakin sulit diungkap. "Ini yang jadi alasan penting adanya TGPF," imbuh Dahnil.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement