Jumat 16 Feb 2018 22:41 WIB

Sketsa Batara Lubis Dipamerkan di Museum Tino Sidin

Batara banyak berperan dalam aktivitas kesenian tingkat nasional dan internasional.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Andri Saubani
Suasana peresmian Museum Tino Sidin di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.   Peresmian dilakukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, Kamis (14/12).
Foto: Republika/wa
Suasana peresmian Museum Tino Sidin di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Peresmian dilakukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, Kamis (14/12).

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Nama Batara Lubis bagi penikmat seni generasi milenial mungkin terdengar asing. Padahal, pada masanya (1927-1986), Batara Lubis banyak berperan dalam aktivitas kesenian tingkat nasional sampai internasional.

Pria kelahiran 2 Februari 1927 di Hutagodang Tanapnuli Sleatan itu tercatat sebagai salah satu seniman yang terlibat dalam pembuatan monumen Tugu Muda Semarang, dan kerap menggelar pameran, baik di dalam dan luar negeri. Sayang, namanya kini tidak banyak jadi referensi.

Hal ini rasanya tidak lepas dari gejolak politik yang mewarnai Indonesia periode 1950 sampai akhir 1960. Dalam catatan sejarah, gejolak itu turut mempengaruhi kiprah dan eksistensi banyak seniman yang tergabung dalam komunitas seni yang berafiliasi parpol.

Kondisi itu memaksa karya-karya mereka harus terkekang dan menunggu cukup lama bisa tampil ke publik, sekalipun temanya acapkali tidak mengandung tendensi politis. Nasib yang sama terjadi ke karya-karya sosok yang semasa di Yogya belajar di Akademi Seni Rupa Indonesia.

Dalam tulisan pengantar Pameran Sketsa Batara Lubis, kurator Dwi Marianto menilai apapun bila tidak terpublikasi dan terakses publik akan menghilang ke ketiadaan. Padahal, karya-karya sketsa Batara sangat artistik, berkarakter dan bisa jadi catatan sejarah budaya.

"Tak ada tendensi politik di dalamnya, karya-karya Batara Lubis banyak menggambarkan landsap suatu kawasan, arsitektur suatu gedung, pemandangan alam, kesenian tradisi dan kegiatan kesehatian masyarakat yang ia temui," kata Dwi, Jum'at (16/2).

Kini, setelah lebih dari 30 tahun Batara Lubis wafat, karya-karya sketsanya dipamerkan secara retrospektif di Museum Taman Tino Sidin. Keluarga berinisiatif memamerkan sejumlah karya dari banyak karya yang tersimpan sekian lama.

Ini kali pertama sketsa-sketsa Batara Lubis dipamerkan, baik semasa masih hidup maupun setelah wafat pada 1986 silam. Sekitar 60 dari 400-an lebih sketsa-sketsa berlatar 1950-an sampai 1980-an dipamerkan dan mempresentasikan perjalanan proses kreatif seorang Batara.

Diawali gambaran-gambaran yang ditangkap mata Batara tentang objek seputar Yogyakarta sampai beralih ke motif dan corak yang lebih erat dengan tradisi leluhur di Sumatra Utara. Corak dekoratif yang mengeksplorasi motif-motif Sumatra Utara jadi ciri khasnya.

Putri Batara Lubis, Gina Lubis mengungkapkan, keluarga memang sudah sepakat menampilkan karya-karya Batara yang selama ini hanya diketahui keluarga. Seiring persiapan, timbul wacana memamerkan pula lukisan-lukisan karya Batara Lubis.

"Agar tidak hanya keluarga inti saja yang bisa menikmatinya, jadi alangkah baiknya kalau kami sekeluarga bisa share karya-karya almarhum Bapak," kata Gina.

Ia turut mengapresiasi sambutan baik yang diberikan Museum Taman Tino Sidin, yang telah menjadi perantara terselenggaranya pameran ini. Terlebih, baik Tino maupun Batara, sama-sama memiliki andil begitu besar bagi dunia lukis Indonesia.

Senada, putri Tino Sidin, Titik Sidin, turut mengapresiasi keluarga Batara Lubis yang akhirnya berkenan memamerkan karya-karya yang selama ini tersimpan. Ia berharap, pameran ini mampu memicu kesadaran masyarakat untuk mengapresiasi jasa besar seorang Batar.

"Semoga dapat diapresiasi kalangan luas," kata Titik.

Pameran Sketsa Batara Lubis dibuka GP Sidhunata dan Djoko Pekik, dan berlangsung mulai 16 Februari-2 Maret 2018. Pameran di Museum Taman Tino Sidin akan dibuka setiap hari mulai pukul 09.00 sampai 15.00.

Pameran turut memberi gambaran mengapa Batara Lubis, oleh jurnalis AS dan ahli sejarah seni Indonesia Claire Holt, disebut miliki peran dalam perkembangan seni lukis modern Indonesia generasi kedua. Itu ada dalam buku Art in Indonesia: Continuities and Change.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement