REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) menolak kebijakan impor daging kerbau beku yang dilakukan pemerintah. Ketua Umum PPSKI Teguh Boediyana mengatakan, sejak masuknya daging impor murah, penjualan daging sapi segar yang diproduksi peternak lokal terus merosot.
"Implikasi daging impor murah ini sudah jelas memukul peternak sapi potong," ucapnya, saat dihubungi Republika, Jumat (23/2).
Daging kerbau impor yang dijual dalam keadaan beku dibanderol dengan harga Rp 80 ribu per kilogram. Jauh lebih murah dibanding daging sapi segar yang harganya berkisar Rp 100 ribuan per kilogram.
Menurut Teguh, perbedaan harga yang signifikan itu membuat konsumen cenderung memilih daging kerbau. Hal ini pada akhirnya berdampak pada usaha rumah potong hewan dan peternakan sapi potong.
Teguh menyebut, sejak daging kerbau impor masuk ke Indonesia, sudah tak ada lagi sapi lokal yang bisa dijual di wilayah Jakarta. Sebab, harga daging sapi segar tak lagi bisa lagi bersaing dengan daging kerbau impor.
Kalaupun ada sapi lokal yang masih bisa masuk Jakarta, kata Teguh, hanya sapi-sapi asal NTT yang dipotong oleh Dharma Jaya, BUMD milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Daging sapi itu kemudian dijual dengan sistem subsidi.
Sebelumnya,Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengaku telah menerbitkan izin impor untuk daging kerbau sebanyak 100 ribu ton. Izin untuk mengimpor komoditas pangan dari India tersebut diberikan pada Perum Bulog.
"Sudah saya beri persetujuan pada Bulog untuk daging kerbau," kata Mendag, di kantornya, Kamis (22/2).
Ia menyebut, izin impor diterbitkan setelah Kementerian Perdagangan mendapat rekomendasi dari Kementerian Pertanian. Setelah izin terbit, Bulog dipersilakan untuk melakukan impor secara bertahap sesuai kebutuhan. Izin tersebut berlaku selama satu tahun.