REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf berpendapat pemerintah sebaiknya mengajukan revisi terbatas terkait Undang-Undang MD3 yang kini tengah diperdebatkan oleh masyarakat. Asep mengatakan, secara hukum terdapat tiga langkah yang dapat ditempuh oleh pemerintah.
Yakni dengan mengeluarkan Perppu, melakukan perubahan revisi pasal terkait, dan juga pengajuan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, Asep menilai, langkah yang paling dimungkinkan oleh pemerintah yakni merevisi undang-undang. "Ada tiga, pertama dengan Perppu, kedua dengan perubahan revisi baru, ketiga MK. Yang paling mungkin adalah dengan cara merevisi UU MD3 ini. Jadi UU ini tetap berlaku," katanya kepada Republika.co.id, Jumat (23/2).
Dengan mengajukan revisi UU MD3, pemerintah bersama-samadengan DPR dan juga para pakar dan ahli yang diundang dapat mengoreksi kembali pasal-pasal yang dipermasalahkan oleh masyarakat. "Kalau Perppu itu cuma menolak atau diterima, itu saja. Dan saya agak ragu apakah DPR mau gak menindaklanjuti untuk menyetujui Perppu itu. Tapi kalau revisi itu lebih normal. Karena presiden, DPR bersama-sama menyusun itu," jelasnya.
Terkait dorongan pemerintah kepada masyarakat yang keberatan dengan UU MD3 untuk mengajukan uji materi ke MK, Asep berpendapat langkah tersebut justru membuat seolah-olah presiden menjadi lepas tangan, apalagi kemungkinan presiden enggan menandatangani pengesahan undang-undang tersebut.
"Tapi lebih simple lagi kalau kembali ke MK, itu namanya Presiden cuci tangan, kalau ke MK. Gitu aja konsekuensinya," katanya.
Sebelumnya, menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly,Presiden kemungkinan tak akan menandatangani pengesahan revisi UU MD3.Pemerintah pun mendorong masyarakat yang keberatan terhadap UU MD3 ini untukmengajukan permohonan uji materi ke MK.